SEJARAH OLAHRAGA
( DRS. SULIKAN, MS/ Penjaskes/ IKIP BU )
Sejarah olahraga yang dibahas dalam handout ini meliputi
sejarah zaman – zaman manusia primitif, manusia kuno, abad pertengahan
dan abad – abad modern. Serta dipilih masa – masa yang menonjol saja
sehingga mudah dipahami garis perkembangan olahraga dari zaman ke zaman,
juga hal – hal yang berkaitan dengan perkembangan olahraga di
Indonesia.
Sejarah
olahraga perlu diketahui serta dipahami untuk kemudian digunakan
sebagai pedoman dalam membina olahraga masa kini di Indonesia. Dari
sejarah olahraga didapatkan pengertian bahwa keolahragaan tidak pernah
lepas dari situasi, kondisi, kebudayaan, pandangan hidup serta taraf
kemajuan bangsa.
Sejarah
olahraga juga memberikan gambaran tentang hubungan antara pendidikan
dan olahraga dalam perkembangan anak menjadi dewasa. Khususnya sejarah
olahraga Indonesia akan memberikan pengertian tentang keadaan
keolahragaan di tanah air kita pada masa silam, masa kini dan
memungkinkan untuk masan depan.
<!–[if !supportLists]–>A. <!–[endif]–>SEJARAH OLAHRAGA DUNIA.
1. Bangsa Primitif.
Pengetahuan
tentang bangsa primitif yang hidup di zaman jauh sebelum zaman kita
sekarang ini, belum lengkap dan usianya juga belum tua. Baru sejak ilmu
antropologi budaya membuka tabir rahasia kehidupan mereka melalui
interpretasi hasil galian peninggalan – peninggalan kuno, orang mulai
mampu membayangkan peri kehidupan bangsa primitif di masa lalu. Juga
diadakan penelitian mengenai bangsa primitif yang saat ini masih ada.
Drai
peninggalan – peninggalan itu jelaslah bahwa manusia telah mencapai
kemajuan melalui beberapa tahap perkembangan. Tahap pertama adalah zaman
Eolitik di mana manusia belum berpakaian dan kehidupan
mirip binatang dalam mencari makan dan tidak di bawah atap. Ia baru
menggunakan tongkat dan batu untuk melindungi diri. Tahap kedua adalah
zaman Paleotilik dimana keadaan manusia sudah lebih
maju, sudah berlindung dalam gua – gua, memakai pakaian sesederhana
terbuat dari kulit, sudah menemukan api dan membuat senjata tajam.
Mereka juga sudah bisa menggambar pada dinding – dinding gua. Tahap
ketiga adalah zaman Neolitik dimana manusia sudah mampu membuat gerabah, panah dan busur, pakaian tenunan serta mampu menjinakkan binatang untuk dijadikan hambanya.
Tentu
saja pendidikan ikut maju sesuai dengan kemajuan yamg dicapai oleh
manusia, karena pendidikan adalah usaha yang sadar dan bertujuan
menyiapkan anak ke kehidupan orang dewasa. Tujuannya tentu saja sesuai
dengan keperluan – keperluan yang dianggap penting dalam kehidupan
manusia primitif itu sendiri. Oleh karena pada zaman primitif orang
masih berjuang melawan alam yang buas, dan kepercayaan/ agama menguasai
segi kehidupan, maka pendidikan sangat dipengaruhi oleh kedua kondisi tersebut.
Alam
yang buas menuntut dari manusia primitif suatu kemampuan mempertahankan
kelangsungan hidup ( Survival ). Agar mampu berbuat demikian manusia
primitif harus bersatu dalam kelompok, sehingga pendidikan menentukan
ciri kelompok. Disamping itu juga keselamatan bersama menjadi tujuan
utama pendidikan. Kesadaran berkelompok dan solidaritas kelompok sangat
ditekankan.
Banyak
hal disuruh menirukan oleh anak karena mereka belum mengerti
sebab-musabab suatu kejadian atau peristiwa. Suatu hal yang dimasa lalu
telah mampu mnyelamatkan kelompok perlu diajarkan kepada anak. Apalagi
mengenai gejala-gejala dalam alam, misalnya : putaran bumi, angin ribut,
halilintar, mati, paceklik, dan sebagainya belum mereka pahami, maka
tidak mengherankan bahwa kepercayaan terhadap roh-roh halus dan hal-hal
spiritual menguasai kehidupan mereka.
Kalau
hal-hal tersebut di atas telah dipahami, maka dapat dimengerti pula
bahwa latihan fisik diarahkan ke tercapainya efisiensi dalam
mempertahankan survival kelompok, pencarian makanan sehari-hari,
penaklukan alam sekitar. Badan perlu kuat, tahan uji, ulet, lincah untuk
mengatasi alam dan lawan, berburu dan dalam penggunaan senjata serta
alat penting lainnya. Kesetia-kawanan dalam kelompok serta kerjasama
antara anggota kelompok dikembangkan melalui latihan bersama,
tari-tarian dan permainan.
Pemujaan
nenek moyang juga merupakan sebagian usaha penyelamatan hidup. Nenek
moyang dihormati dan diberi sajian agar tidak marah. Dalam hal ini
tari-tarian merupakan bagian penting dari upacara-upacara dan secara
tidak sadar gerak-gerak tarian itu merupakan pula latihan fisik yang
baik bagi pertumbuhan anak. Anak laki-laki ikut ayahnya berburu dan
menangkap ikan. Dan juga belajar membuat serta menggunakan senjata agar
pada waktunya sudah siap menggantikan ayahnya, atau ikut mempertahankan
kelompok dari serangan musuh atau binatang.
Meniru
merupakan perbuatan yang mendasari pendidikan bangsa primitif ini.
Diusahakan dapat menyamai prestasi orang dewasa. Tahab akhir prndidikan
ditandai dengan upacara-upacara ( Rites de passage ), dan anak diakui
termasuk kelompok orang dewasa. Persiapan dari anak menjadi dewasa makan
waktu lama. Suatu ujian misalnya : hanya boleh makan daging binatang
yang sulit diburu, kalau mampu berburu baru mungkin mengisi perut,
sungguh ujian yang berat. Pendidikan dan latihan fisik pada bangsa
primitif tidak terpisah dari pendidikan agama/ kepercayaan, pendidikan
estetis, moral dan ketrampilan praktis.
2. Mesir Kuno.
Sudah
ada kebudayaan pada tahun 5000 S.M. dan pada tahun 1500 S.M. mencapai
puncak kebesarannya. Kebudayaan Mesir kuno telah berpengaruh kepada
negara-negara di sekitarnya, baik di Afrika, Asia maupun Eropa, dalam
hal ilmu pengetahuan, bangunan alat rumah tangga, dan sebagainya. Cara
bertani dan mengairi sawah juga mencapai taraf tinggi. Orang Mesir kuno
juga sudah menguasai pengawetan mayat, menenun, membuat gelas dan
mengolah emas, menulis dan membuat kertas, huruf, dan sebagainya.
Kesenian juga bermutu tinggi berupa sajak, sastra, tari, melukis dan
memahat.
Masyarakat terbagi dalam tiga lapis, yaitu :
<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>Raja dan keluarga bangsawan, pegawai dan ahli agama.
<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>Prajurit, pedagang dan seniman.
<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>Petani-petani yang bekerja berat dan harus membayar pajak.
Pendidikan sudah teratur dan karena sudah ada abjad dan tulis menulis dan
membaca, maka
menguasai membaca dan menulis adalah langkah pertama dalam pendidikan
dan selanjutnya karena taraf kemajuan sudah tinggi dan pembagian kerja
sudah ada, masing-masing jabatan dalam pemerintahan dan masyarakat
menentukan persyaratan untuk dipenuhi calon-calon yang berniat menduduki
jabatan itu. Pengajaran dilaksanakan oleh kaum agama dan berpusat di
candi-candi, berupa membaca, menulis dan berhitung. Keahlian menulis/ memahat huruf, dapat meningkatkan martabat seseorang.
Hasil
kesenian, khususnya seni lukis dan pahat dapat dilihat bukti-buktinya
pada dinding-dinding ruangan kuburan berupa gambaran tentang kehidupan
orang yang telah mati itu sewktu hidupnya. Demikian itu
menghubungkan alam fana dan alam baka, dan merupakan peringatan dari
pekerjaan atau kesibukan sehari-hari, kesenangan-kesenangan dan
peristiwa-peristiwa penting yang telah dialami.
Tujuan pendidikan dan latihan fisik sulit dikatakan karena
di sekolah tidak ada. Kalau di suatu pendidikan itu ada, maka telah
disesuaikan dengan keperluan tersebut. Tidak ada usaha-usaha khusus
untuk mempromosikan olahraga karena kehidupan masih sederhana. Namun
olahraga renang sudah dikenal, iini tidak mengherankan karena negara di belah dua oleh sungai Nil.
Dari gambar-gambar terlihat bagaimana kira-kira renang itu
dilaksanakan. Kolam renang juga sudah ada di daerah yang dikuasai oleh
bangsawan, putri – putri juga ikut renang.
Olahraga naik Sampan juga digemari, dengan tongkat panjang orang yang naik Sampan itu mencoba mendorong lawannya sampai jatuh ke dalam air. Gulat, hoki, anggar dengan tongkat, panahan, main bola terlihat pada lukisan-lukisan dinding di berbagai tempat. Sedang berburu Kuda Nil merupakan olahraga kaum bangsawan.
Kereta
perang yang ditarik oleh dua ekor kuda dan dikendarai oleh seorang atau
dua orang sudah digemari dan digunakan untuk berpacu.
Musik
dan tari-tarian merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari orang Mesir
kuno. Bahkan petani-petani bekerja dengan irama seruling, dan petani
anggur memeras anggurnya sambil menari dan mendapat tepuk tangan
kawan-kawan sebagai irama.
3. Cina Kuno.
Seperti
di mesir kuno jauh sebelum tarich masehi yaitu 2500 tahun S.M. Cina
kuno sudah mengenal peradaban. Kelompok yang berkuasa selalu berusaha
untuk mempertahankan peradaban yang telah tercapai. Anak di didik sesuai
dengan cita-cita itu dan penyimpangan tidak dibiarkan. Sehingga selama
berabad-abad kehidupan masyarakat tetap seperti sediakala. Ini diperkuat
oleh sistim keluarga serta pemujaan terhadap nenenk moyang. Suatu
keluarga yang terdiri dari : kakek, nenenk, ayah- ibu, anak dan
cucu-cucu merupakan kelompok yang kompak dan di tangan satu pimpinan
yang kuat. Semua keluarga harus tunduk kepada satu pimpinan.
Dalam
situasi semacam itu memang tercapai suatu stabilitas keluarga dan
masyarakat, tetapi hanya terdapat kesempatan kecil sekali untuk kemajuan
dan perubahan. Pendidikan di arahkan kepada peniruan peradaban nenek
moyang dengan segala tata upacaranya dan kaidah-kaidah serta sopan
santun yang sudah berabad-abad usianya.
Tahun 1122 – 249 S.M. merupakan
zaman keemasan karena adanya pendidikan yang praktis dan harmonis,
seimbang, baik pengembangan fisik maupun intelektual anak. Dari kaum
cendekiawan muncullah putra-putra yang cakap dan terpilih untuk
memerintahkan negara besar itu.
Pada mulanya kegiatan fisik memegang peranan penting karena dikaitkan dengan upacara-upacara keagamaan dan tarian-tarian. Pada waktu menyebarnya aliran Taoisme, Budhisme dan Confusianisme perhatian terhadap latihan fisik menurun. Pada lain waktu latihan fisik digunakan dalam pendidikan kaum militer.
Pada zama dinasti Chou ( 1115 S.M. ) ada sekolah yang disebut “ College of the East “
yang mengajarkan ritual( upacara ), tari, dan panahan. Pada musim semi
dan panas murid-murid belajar panahan, musik dan tari-tarian. Setengah
tahun berikutnya adalah untuk membaca, menulis, dan upacara. Pemuda yang
masuk di sekolah itu adalah hasil pilihan yang seksama berdasar moral
dan kemampuan.
Pada
umumnya para pendidikan menduduki tempat yang terhormat dalam
masyarakat. Mula-mula anak di didik di kalangan keluarga sendiri, dan
menerima pelajaran berhitung dan arah-arah mata angin, juga ditanamkan
penghormatan kepada kepala keluarga. Kemudian anak mengenak hari dan
tanggal, serta belajar membaca, setelah itu ia belajar musik dan
nyanyi-nyanyian turun-temurun dan tari-tarian. Tari sangat penting
kedudukannya.
Pada
usia 15 tahun pemuda-pemuda belajar panahan dan mengendarai kereta
perang, dan setelah berusia 20 tahun ia menerima kupiah senagai tanda
syah masuk masyarakat orang dewasa. Hal ini tidak berarti pendidikannya
berakhir, sebab sampai usia 30 tahun ia perlu menyempurnakan diri dalam
hal nyanyi dan tari, tata upacara dan adat istiadat.
Upacara
dan panahan merupakan hal penting, karena diselenggarakan oleh
orang-orang terkemuka. Lebih penting mengetahui dan mematuhi
peraturan-peraturan pelaksanaan daripada tepatnya sasaran terkena anak
panah. Semua berlangsung dengan irama musik, pemenang menerima piala,
tetapi mereka wajib memberikan segelas anggur kepada yang kalah “ agar kekuatannya bertambah
“ . Bahwa panahan itu dianggap penting dibuktikan dengan adanya upacara
3 hari setelah bayi lahir, dimana ayah melepaskan anak panah ke langit,
bumi dan ke empat mata angin dengan doa semoga dewa-dewa menyayangi
bayi itu.
4.Yunani Kuno.
Yunani
kuno terdiri dari berbagai negara-negara kecil yang kurang berhubungan
satu dengan yang lain karena banyaknya pegunungan-pegunungan kecuali
melalui laut. Lama kelamaan terjadi persatuan-persatuan baru yang
menamakan diri negara. Diantara banyak negara-negara kecil itu sejarah
selalu mengambil dua negara utnuk dibicarakan karena perbedaan-perbedaan
yang yang menyolok antara kedua negara itu. Ke dua negara itu yaitu : Sparta dan Athena.
Masyarakat terbagi atas tiga kelompok, yaitu :
<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>Kaum hamba ( 75 % ).
<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>Orang asing ( 5 % ), dan
<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>Warga negara ( 20 % ).
Kerja
kasar terutama dilakukan oleh kaum hamba yang telah dirampas
kemerdekaannya dalam perang-perang dan orang yang merosot kedudukan
sosial-ekonominya. Warga negara adalah mereka yang lahir dari ayah dan
ibu warganegara dan mendapat pendidikan khusus. Hanya warganegara
menduduki jabatan pemerintahan, memiliki tanah, dan mendapatkan
pendidikan. Sebenarnya semua uraian hanyalah mengenai 20 % warganegara.
Walaupun dibebaskan dari pekerjaan kasar pada warganegara diberi
tanggung-jawab dan harus mengabdi kepada negara, baik dimasa damai
maupun perang.
Keadaan Yunani kuna sebelum 776 S.M. dapat dimegerti dari buku-buku “ Illiad “ dan “ Odyseey “ tulisan Homer,
dan dianggap cocok untuk keadaan sekitar tahun 1000 S.M.. Pada waktu
itu agama menonjol sekali dan berpengaruh besar kepada pendidikan,
sastera, pantun, seni pahat, musik, arsitektur dan sebagainya.
Ada 12 dewa Olympic yang berkuasa, yaitu :
<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>Dewa Zeus adalah dewa utama
<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>Dewa Poseidon adalah dewa laut
<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>Dewa Apollo adalah dewa cahaya dan kebenaran, serta pelindung permainan/ gymnastic.
<!–[if !supportLists]–>4. <!–[endif]–>Dewa Ares adalah dewa perang
<!–[if !supportLists]–>5. <!–[endif]–>Dewa Athena adalah dewa pelindung kota Athena.
<!–[if !supportLists]–>6. <!–[endif]–>Dewa Hephaetus adalah dewa api
<!–[if !supportLists]–>7. <!–[endif]–>Dewa Dionysus adalah dewa alam
<!–[if !supportLists]–>8. <!–[endif]–>Dewi Aphorodite adalah dewi cinta
<!–[if !supportLists]–>9. <!–[endif]–>Dewa Deneter adalah dewa panen
<!–[if !supportLists]–>10. <!–[endif]–>Dewi Hestia adalah dewi rumah tangga
<!–[if !supportLists]–>11. <!–[endif]–>Dewa Hermes adalah dewa dagang, dan
<!–[if !supportLists]–>12. <!–[endif]–>Dewi Artemis adalah dewi pengejar.
Disamping
ke 12 dewa Olympic itu ada banyak makhluk setengah dewa, berbentuk
manusia tetapi kekal dan abadi, melebihi manusia kemampuannya dan tidak
tergantung waktu, tempat atau kekuatan yang membatasi manusia.
Makhluk-makhluk ini punya kelemahan dan kebaikan, keanggunan
dankeinginan, kesenangan dan kebencian seperti manusia.
Pendidikan
ditujukan kepada pemilikan kwalitas dinamis dan bijaksana, pikiran dan
fisik sama-sama dikembangkan untuk mampu berbakti dalam masyarakat
maupun peperangan. Manusia yang dinamis memerlukan kesegaran jasmani,
kekuatan, ketahanan, kelincahan dan keberanian, dan bukan badan besar
kekar yang melebihi bangsa-bangsa lain.
Olahraga
yang telah dilakukan antara lain : lomba kereta beroda dua ( Chariot ),
tinju, gulat, lari cepat, lempar lembing dan tari-tarian.
<!–[if !supportLists]–>a. <!–[endif]–>Negara Sparta.
Negara Sparta adalah negara totaliter, komservatif, sosial dan aristokratis. Terletak di lembah sungai Erotas dan berbangsa Doris. Lapisan masyarakat yang berkuasa adalah kaum prajurit, lapisan masyarakat lainnya adalah kaum helot ( tawanan perang dan budak-budak negara ) dan kaum periok ( petani dan pedagang yang membayar pajak tetapi tidak diberi hak politik ). Pendidikan telah digariskan oleh Lycurgus
dengan undang-undang. Pendidikan ditujukan kepada kesiapan militer agar
mampu mempertahankan kekuasaan baik ke dalam maupun ke luar. Pemuda
harus disiplin, kuat dan berani, pendidikan intelek, seni dan
sebagainya, dianggap akan menjauhkan pemuda dari pemikiran terhadap
negara.
Mulai
usia 7 tahun anak Sparta masuk ke dalam asrama negara. Disitu diadakan
pengelompokan menurut usia, kehidupan serba sederhana, anak tidur di
atas rumput kering tanpa selimut, ia tidak bersepatu dan tidak bertopi,
ia harus tunduk kepada semua perintah, anak sebagai calon prajurit
belajar menahan sakit, haus dan lapar. Ia dilatih panca lomba,
menggunakan senjata, main bola dan berbaris, serta tinju. Pendidikannya disebut MENTOR dan
semua warganegara dewasa wajib mendidik. Ini dimungkinkan karena tidak
perlu cari nafkah, sehingga waktunya dapat dipakai untuk mendidik,
mendorong dan , mendisiplinkan anak/ pemuda, dan juga mengajarkan tari
yang mampu dipakai untuk menyatakan perasaan dan kekaguman terhadap
dewa. Demikian pula fungsi nyanyi-nyanyian. Tari Pyrchis merupakan tarian nasional Sparta.
Pada
usia 18 tahun pemuda-pemuda dikelompokkan dan disebar di seluruh
Laconia untuk bertindak sebagai penilik/ polisi, terhadap orang helot dan periok. Ada aturan di mana mereka sampai batas tertentu diperbolehkan mencuri makan. Mereka juga harus berburu
untuk membuktikan keunggulan fisik dan moril mereka. Kalau mencapai
usia 30 tahun dianggap selesai sudah pendidikan mereka dan selanjutnya
boleh berpolitik dan berumah-tangga.
<!–[if !supportLists]–>b. <!–[endif]–>Negara Athena.
Berbeda dengan Sparta pendidikan di Athena sangat liberal, bersifat individual dan demokratis. Solon
( 640 – 558 S.M ) menyatakan bahwa semua orang harus mendapatkan
pendidikan. Anak harus belajar membaca dan berenang. Orang miskin diajar
bertani dan kerajinan tangan. Orang kaya belajar kesenian dan ilmu
pengetahuan, serta kebudayaan pada umumnya. Di samping itu juga berlatih
di gymnasium, berburu dan memperdalam falsafah.
Anak
warganegara yang mampu dididik di gymnasium, untuk dipersiapkan
menduduki nabatan yang terhormat. Latihan fisik/ olahraga diberikan di Palaestra yang swasta . Kewajiban negara hanya mengawasi pembukaan dan penutupan gymnasium dan palaestra.
Sampai
usia 7 tahun anak bermain di dalam dan sekitar rumah dibawah pengawasan
ibu dan diasuh oleh budak-budak yang pandai berceritera tentang
kejadian masa dulu serta mrtologi Yunani.
Setelah usia 7 tahun anak diasuh oleh Gramalist yang mengajar membaca, menulis, berhitung serta menghafal
sajak Homer. Anak itu juga dididik oleh Citharist dalam musik dan
bernyanyi. Pelajaran diberikan dalam rumah atau di bawah pohon yang
rindang.
Pada usia 12 – 14 tahun anak dididik oleh Paidotribe yang melatih fisik anak tersebut di Palaestra. Anak orang kaya disertai budak khusus yang disebut Paedagog, sebagai pengasuh dan pengawas. Anak juga mengunjungi Didascaleum untuk belajar sastra, musik dan berhitung.
Jelas
bahwa apa yang tertulis di atas itu menunjukkan adanya pendidikan
keseluruhan jiwa-raga, yang mengembangkan jiwa dan perasaan,
mengembangkan tubuh, serta hal-hal lain yang baik.
Palaestra adalah sekolah gymnastik swasta untuk mendidik pemuda.
Semula Palaestra itu berupa lapangan berpagar di mana juga terdapat
ruang ganti pakaian serta ruang untuk menggosok badan dengan minyak.
Latihan fisik berupa pancalomba, main bola, lari dan renang. Umumnya
latihan dilaksanakan dalam keadaan Gummos ( telanjang ).
Gymnasium adalah tempat pendidikan umum, gedungnya biasanya adalah hadiah orang-orang kaya kepada
negara. Gedung itu yang memakai bukan anak-anak saja, tetapi digunakan
pula oleh orang dewasa untuk rapat pertemuan. Pada umumnya keadaannya
mirip Palaestra tetapi bergedung dan beserambi, dan dilengkapi pula
dengan pemandian, ruang untuk filsut-filsut, ruang debat dan
perpustakaan. Gymnasium didirikan di tempat yang indah alamnya; ada
hutan dan sungai, di luar tembok-tembok kota.
Di samping ada 7 gymnasium, di Athena terdapat pula akademi ( nama berasal dari Akademos = pahlawan ) yaitu : Lykeion ( menghormat Apollo ) dan Ephebie.
Ephebie adalah bangunan negara tempat menggembleng aphebie ( pemuda
calon warganegara, atau kadet ) pada usia 18 – 20 tahun. Di situ
ditekankan akan kewajiban-kewajiban warganegara, khususnya kewajiban
militer. Disamping itu juga digembleng badan, rohani dan perangai agar
kelak pemuda itu menjadi warganegara yang sempurna: Ada keselarasan jiwa
– raga, keselarasan dalam pendirian hidup dan kebudayaan, keselarasan
antara pe,ikiran dan perbuatan, antara seni dan ilmu pengetahuan, antara
kewiraan dan kebijaksanaan, antara kekuatan dan keluwesan.
Olahraga yang populer diantaranya Pankration ( semacam gabungan tinju dan gulat ), panahan, mendayung, berlayar dan renang, juga tari-tarian.
Pada
usia 19 tahun aphebie ikut meronda perbatasan, dan pada usia 20 tahun
ia diakui sebagai warganegara penuh. Kehidupan orang Yunani disamping di
isi dengan pendidikan yang bulat juga diperkaya dengan
pengalaman-pengalaman yang merupakan pendidikan pula, yaitu mengunjungi
pesta-pesta untuk menghormat dewa-dewa.
Di antara pesta-pesta lokal dan regional itu ada empat yang terkenal, yaitu : Olimpik, Isthimia, Pythia dan Names.
Pesta Olimpik diadakan empat tahun sekali di Olumpia, mulai pada tahun
776 S.M. Pesta belangsung 5 hari untuk menghormati dewa Zeus. Pada waktu
itu semua pertikaian dan perang harus berhenti, dan memusatkan
perhatian kepada pesta besar itu di mana orang Yunani dari segala
lapisan dan asal dapat bertemu muka dan bertukar pengalaman. Tempat
diselenggarakannya pesta Olimpik adalah suatu lembah dekat sungai
Kladeis dan di situ ada stadion berukuran kira-kira 30 X 200 meter dan
di sisi kiri dan kanannya memanjang ada lereng tempat penonton berdiri.
Pemenang dalam perlombaan Olimpik sangat dihormati, walaupun hadiahnya
hanya berupa mahkota daun palem saja. Sebagai warganegara terhormat ia mendapat macam-macam kemudahan.
Pesta Pythian menduduki tempat ke dua. Semula itu adalah pesta musik untuk menghormati Apollo, kemudian ditambah dengan perlombaan olahraga. Tempat penyelenggeraan di Delphi, juga empat tahun sekali. Yang menonjol di sini adalah pacuan kuda dan chariot ( kereta roda dua ).
Pesta Isthimia berlangsung di Korinth. Acaranya juga terdiri dari pertandingan olahraga, kuda, dan musik, ditambah bersampan untuk menghormat Poseidon ( Dewa Laut ).
Pesta Names diselenggarakan di Argolis, untuk menghormati dewa Zeus.
5. Zaman Romawi.
Negara
Romawi terkenal karena sifat militernya, serta mutu undang – undang dan
pengadilan. Kebudayaan diambilnya dari Yunani yang pada suatu saat
ditaklukkannya, tetapi peradaban yang tinggi telah membuatnya harus menerima kebudayaan Yunani itu.
Perbedaan
dengan orang Yunani adalah bahwa bangsa Romawi lebih sadar akan
kenyataan serta serta berbuat praktis. Maka tidak terdapat kelompok
filauf-filauf terkenal, seniman ataupun tata sopan santun yang tinggi.
Pendidikan ditangan swasta. Pemerintah mengangkat CENSOR-CENSOR
yang mengawasi peri kelakuan pemuda. Anak semua dididik di dalam
keluarga oleh ibu dan ayahnya sampai mampu membaca, menulis dan
berhitung. Setelah itu anak harus tahu 12 undang-undang, mengenal
syair-syair kepahlawanan, belajar lari dan berenang serta mampu
menggunakan senjata.
Pada
usia 15 tahun pemuda mendapat latihan fisik, khususnya keprajuritan.
Pada usia 18 tahun pemuda masuk asrama tentara. Untuk persiapan politik
pemuda amak terkemuka perlu mengikuti sidang-sidang senat.
Kelihatan
sifat praktis dan cepatnya mendidik anak. Hanya hal-hal yang mutlak
diperlukan saja yang diajarkan. Pendidikan Yunani tidak ditiru karena
terbukti negara tersebut dapt mereka takhlukkan. Hidup manusia tidak
untuk main-main, tetapi harus bekerja positif dan berguna.
Olahraga yang populer adalah main bola dan halter ( angkat besi ). Therma adalah tempat mandi umum yang besar dan mewah. Sebuah Therma dapat memuat 1600 – 3000 orang, dan
dibangun dari batu pualam, penuh hiasan Frescom, Mozaik dan patung.
Selain berenang orang di Therma itu dapat mandi air dingin dan panas,
mandi uap dan pijat.
Tontonan
yang mengasyikkan masyarakat adalah tinju, gulat, pertarungan antar
Gladiator ( pemain pedang ), mengadu binatang buas, dan mengadu manusia
melawan binatang.
6. Abad Pertengahan.
Dalam
masa itu pendidikan ditujukan kepada persiapan pemuda untuk peperangan,
latihan penggunaan senjata dan berburu. Itu semua baik untuk
menilai sifat-sifat fisik dan moril. Kalau dianggap telah memadai
diadakan upacara pengalihan dari pemuda menjadi orang dewasa. Pada
kesempatan itu ia menerima lembing dan perisai, disertai
nasehat-nasehat.
Untuk
menjadi prajurit yang tangguh diperlukan badan yang kokoh, kuat,
cekatan, pandai bergulat, renang, tolak peluru, naik kuda. Main bola
diajarkan dengan alasan kegunaan dan hiburan. Lebih-lebih karena
pendidikan intelek dan kejiwaan belum berkembang, maka latihan fisik
menempati perhatian yang utama.
Menari
disekitar api unggun merupakan kegemaran. Api unggun ini kemudian juga
diambil alih olrh mereka dalam berbagai upacara keagamaan.
Abad pertengahan ditandai oleh kelompok penyiar agama dan kelompok Ritter.
Penyiar agama menganggap hidup duniawi ini sebagai persiapan ke
kehidupan akherat. Semua hal yang bersifat duniawi diremehkan.
Ciata-cita alamiah harus dikalahkan terhadap cita-cita alam baka. Jelas
bahwa pembinaan badan melalaui kegiatan-kegiatan fisik ditentang oleh
penyiar-penyiar agama. “Schola Interior “ ( di dalam lingkingan gereja ) membentuk ahli-ahli agama dan pegawai-pegawai gereja. “ Schola Exterior “(
berada di luar tembok-tembok biara dan gereja ) mempunyai asrama. Di
Scolas Exterior diajarkan kepada murid-murid laki-laki dan perempuan 7
artes liberales yang terdiri dari Trivium ( sastra falsafah ) dan Quadrivium ( kelompok ilmu pasti – alam ).
Permainan zaman itu yang
menonjol adalah main bola yang diikuti baik oleh Ritter-ritter maupun
petani-petani. Juga semacam bolling dan tari-tarian. Panahan merupakan
keharusan dan mendapat perlindungan dari atasan. Mahasiswa semakin gemar
main anggar dan bentuk perkumpulan-perkumpulan. Permainan-permainan
yang dulu hanya diperlukan olrh kaum bangsawan sudah banyak ditiru oleh
masyarakat.
Kaum
Ritter merupakan kelompok feodal dan militer. Harga diri sangat
ditonjolkan. Mereka menentukan kewajiban dan tata cara menjadi Ritter,
upacara pelantikan menjadi Ritter dan pula hak-hak istimewa Ritter.
Mereka berpakaian pelindung besi ( Harnas ) dan naik
kuda. Dengan mengandalkan kemampuan fisik serta pedangnya Ritter
menjelajah dunia yang penuh dengan bahaya dan perjuangan.
Inti dari pendidikan Ritter adalah kekuatan fisik, ketangkasan
dalam naik kuda dan mahir dalam menggunakan senjata. Semua itu mutlak
diperlukan untuk kelangsungan hidupnya, maka Ritter mengalami pendidikan
yang sengaja dan secara sadar ditujukan kepada keperluan hidupnya.
Anak Ritter sampai usia 7 tahun diasuh oleh ibunya. Setelah itu ia menjadi “ Page “
( calon ) dan harus belajar naik kuda, main anggar dan berburu. Juga
belajar lari, lompat, memanjat, gulat, melempar, main bola, berenang dan
menyelam, dan juga tari-tarian. Pendidikan ritter menuntut 7
ketangkasan ( 7 Probitates ), yaitu naik kuda, berenang, panahan, anggar, berburu main catur dan berbuat sajak-sajak.
Pada usia 14 tahun anak Ritter yang berstatus “ Page “ dinaikkan menjadi “ Schildknaap
“ ( pembantu ) pada Ritter lain ( dan istri ). Ia ikut berburu dan
membantu Ritter dalam hal tombak-tombak, memelihara kuda, dan sebagainya
kerap kali ia juga menjadi pembawa berita atau bertugas yang pelik dan
berbahaya.
Pada usia 21 tahun ia
dinobatkan menjadi Ritter dalam suatu upacara yang khas. Sebelum upacara
calon Ritter itu menyucikan diri ( lahir batin ), mandi air panas dan
mengakui dosa-dosanya. Malam hari dalam pakaian baru ia berdoa digereja.
Tournooi
adalah olahraga bangsawan abad pertengahan yang merupakan tiruan suatu
peperangan. Pada abad ke 14 dan 15 kaum Ritter semakin lenyap. Lebih –
lebih penemuan bahan peledak telah menjadi penyebab utama kehancuran Ritter.
7. Zaman Renaissance dan Humanisme.
Renaissance
merupakan perubahan besar dalam alam kejiwaan manusia. Manusia mulai
sadar bahwa selama itu mereka hidup di dalam dunia yang penuh dengan
kekangan dan pembatasan, antara lain tradisi, agama, gereja, negara dan
masyarakat. Di masa Renaissance manusia mulai menemukan dirinya sendiri
dan menemukan dunia. Terjadilah pembaruan-pembaruan dalam sastera, seni
dan ilmu pengetahuan. Hasil-hasil kebudayaan Romawi dan Yunani
mengilhami gagasan-gagasan baru itu. Pangkal mulanya adalah Italia dan
kemudian menyebar ke seluruh Eropa.
hsil-hasil
pemikiran dan kreativitas ( sastera, ilmu pengetahuan dan pendidikan )
yang menunjukkan semangat yang individual dan kritis.
Pembahasan-pembahasan dilepaskan dari kekangan agama dan gereja, dan
meyangkut hal-hal duniawi.
<!–[if gte vml 1]><![endif]–><!–[if !vml]–><!–[endif]–> Dari
bahan-bahan sejarah yang telah dipelajari dapat disimpulkan bahwa
tulisan humanis-humanis Italia telah mendorong orang memberi perhatian
kepada latihan-latihan fisik, dalam rangka kebulatan pendidikan. Pengaruh kaum humanis dapat meluas karena penemuan alat pencetak buku ( +
1436 S.M. ), sehingga terbitan-terbitan dapat dibeli oleh orang banyak.
Walaupun begitu sebenarnya pendidikan itu hanya dinikmati oleh
anak-anak bangsawan yang diasuh “ Gouverneur “ dan selalu mengadakan perjalanan jauh ( ke negara lain ) pada akhir masa pendidikan mereka.
Tokoh-tokoh Italia yang terkenal sebagai humanis antara lain : Vittorino da Feltre, Vegio dan Silvio.
Mereka itu semuanya malaksanakan latihan fisik di sekolah-sekolah
mereka. Mercurialis adalah dokter yang mengadakan penelitian olahraga
kuno serta hubungannya dengan kedokteran/ kesehatan dan menulisnya dalam
buku “ De Arto Gymnastica “. Penulis lainnya, yaitu Mosso,
meneropong latihan fisik/ gymnastik dari sudut ilmu faal dan meneliti
sejarah perkembangannya dan Scaino menulis tentang bermacam-macam
permainan zaman itu, setebal 315 halaman.
Seperti
terbaca di atas kaum humanis telah besar jasanya dalam menginsyafkan
pentingnya latihan fisik dan memelopori masuknya olahraga dalam
kurikulum sekolah, dan merupakan salah satu unsur pendidikan oleh para
Gouvernuer anak-anak ningrat.
Di samping itu zaman semakin melimpahnya materi dan semakin bebasnya jiwa, merupakan tanah subur bagi berkembang permainan.
8. Abad Ke 17.
Di
Eropa humanisme mulai tersa pengaruhnya kepada pendidikan. Pengembangan
dan pemeliharaan tubuh mulai diakui dan tidak dapat diabaikan.
Latihan-latihan
fisik terutama untuk anak kaum bangsawan yang biasanya diasuh olrh “
Gouverneur “ dan juga di dalam Ritterakademie. Universitas hanya sedikit
saja memberi kesempatan untuk naik kuda, anggar dan tari.
Kaum
Jeziut ( gereja ) sudah mengakui perlunnya permainan sebagai rekreasi
yang sehat, dan murid-murid diajak berkelana dan berkemah.
Para
bangsawan mempunyai permainan naik kuda dengan cepat sambil memasukkan
benda ( misalnya tombak ) ke dalam cicin. Ini dilakukan baik dilintasan
lurus maupun melingkar. Perlombaan-perlombaan kerap diadakan sambil
menunjukkan kemegahan dan gemerlapan kehidupan bangsawan.
Eakyat
biasa bermain bola dalam berbagai bentuk, meluncur di atas es ( skating
) dan mendayung. Di beberapa daerah panahan juga populer.
9. Abad Ke 18.
Abad ini ditandai oleh kesadaran baru akan ilmuu pengetahuan alam oleh masyarakat luas setelah kepeloporan Leonardo Davinci, Copernicus, Galilei, Keples dan Newton.
Orang
mulai menggunakan pikiran secara tajam dan timbullah “ pikiran sehat “
yang mampu membedakan yang benar dari yang tidak benar. Kehidupan
menjadi lebih dinamis dan berkembanglah ilmu alam kimia, kedokteran dan
sebagainya.
Pikiran
atau ratio diterapkan pula terhadap ajaran-ajaran gereja,
masalah-masalah kemasyarakatan dan negara, hukum dan undang-undang, dan
sebagainya. Dari kritik-kritik terhadap keadaan itu muncul pandangan –
pandangan yang mengarah kepada penghapusan hak-hak istimewa mereka yang
sedang berkuasa. Pendidikan agama tidak ditolak, tetapi ingin diajarkan
berdasar pikiran sehat.
Sejalan dengan pikiran
rational itu unsur kegunaan dalam suatu pembuatan sangat ditonjolkan.
Semua yang menurut pikiran sehat dan masuk akal itu adalah alamiah.
Bahasa ningrat dan ilmiah ( Perancis dan Latin ) mulai didesak oleh
bahasa ibu dan mulailah banyak beredar terbitan-terbitan bacaan dalam
bahasa ibu.
Pendidik – pendidik zaman itu yang terkenal adalah Rousseau dan Locke.
Mereka berpengaruh pada kaum Philanthropinis. Disebut demikian karena
membayangkan dapat mengabdi kepada umat manusia malalui mendidik menurut
hukum alam dan logika pikiran. Kaum Philanthropinis berpijak pada
kenyataan dan mengutamakan kegunaan.
10. Kaum Philanthropinis.
Mereka
adalah sekelompok penyelenggara sekolah untuk anak orang kaya dan
bangsawan, mereka sudah menyadari perlunya latihan fisik bagi anak.
Pedomannya adalah Pancalomba kuno ditambah dengan latihan-latihan yang
berguna : dengan tangga, balok keseimbangan, pekerjaan tangan dan
berkelana. Gutsmuths juga mengajarkan renang disamping
latihan yang disebut diatas. Naik kuda tidak diajarkan karena dianggap
kurang berguna. Kaum Philanthropinis sudah sangat maju dalam
pendiriannya mengenai latihan fisik, mengingat zaman itu pengaruh gereja
masih sangat kuat, dan gereja sama sekali tidak menaruh minat terhadap
hal-hal yang bersangutan dengan fisik. Bagi gereja yang terpenting
adalah moral dan mental. Jadi kaum Philanthropinisdapat membanggakan
diri sebagai pelopor masuknya Gynmnastk dalam sekolah. Mula-mula Basedow
( sebagai kelanjutan dari Ritterakademi ) yang memasukkan latihan fisik
kedalam sekolah yang waktu itu dikunjungi oleh anak bangsawan. Usaaha
itu sebenarnya cocok dengan fungsi bangsawan sebagai pejuang pelindung
gereja. Bangsawan memerlukan ketangkasan naik kuda dan menggunakan
senjata sebagai kelengkapan darma hidupnya. Jadi latihan fisik merupakan
persiapan terhadap tugas perang. Maka tidak mengherankan bahwa di
Jerman pada masa setelah itu banyak diajarkan anggar, mereka sejak
semula anak bangsawanlah yang masik perguruan tinggi. Mereka lebih
banyak berlatih menyiapkan diri sebagai Ritter dari pada belajar
ilmu-ilmu.
Latihan
fisik Philanthroponis tidak sistimatis, dan juga tidak menurut metodik
sekolah. Yang dipentingkan adalah gerakan-gerakan dengan perkakas dan
alat. Gutsmuths telah mencoba mensistimatisasikan itu sewaktu ia bekerja
sebagai pembantu Salzman Di Schnepfenthal. Ia juga telah mencoba memberikan landasan falsafah bagi latihan-latihan itu.
Gutsmuths
menilai generasi muda masa itu mengalami kemerosotan, baik ia anak
bangsawan maupun anak rakyat biasa. Anak bangsawan terlalu cepat
megikuti gaya hidup santai dan menikmati serba duniawi, sedangkan anak
rakyat terlampau cepat masuk barisan pekerja.
Ynag
dicontoh oleh Gutsmuths adalah Yunani kuno yang memiliki pancalomba.
Inilah yang ingin dimasukkannya di dalam sekolah. Sekolah dianggapnya
bukan saja sebagai tempat mengajar, tetapi lebih-lebih sebagai tempat
mendidik. Gymnastik Gutsmuths berhaluan nasional. Latihan dipilihnya
yang memiliki manfaat tinggi bagi negara. Jadi Gutsmuths di satu pihak
bercita-cita mencapai kesempurnaan manusia, dilain pihak ia ingin bahwa sesuatu itu ada kegunaannya . Permainan disebutnya “ Pekerjaan dalam selubung kegembiraan anak muda “. Banyak latihan senam irama dimasukkan dalam bukunya: suatui hal yang jauh mendahului pemikiran zaman itu.
Pekerjaan Gutsmuths dilanjutkan oleh Pestalozzi
yang mencoba secara praktis pelaksanaan gymnastik di sekolah.
Pestalozzi melihat perubahan – perubahan yang ditmbulkan oleh industri
yang sedang berkembang. Anak-anak muda masuk cengkeraman industri
sebagai pekerja dibawah umur. Ini jelas merusak kelangsungan hidup
bangsa. Hanya kewajiban bersekolah sampai umur tertentu dan gymnastik
yang dapat membendung keburukan itu.
Sayang
bahwa Pestalozzi kurang memahami masalah-masalah gymnastik sehingga ia
terjerumus ke dalam beribu-ribu jenis latihan sendi yang kemudian
mempengaruhi Spiess. Karena dasar latihan itu tidak kokoh maka
kelangsungan hidupnya tidak lama.
Secara
singkat diulangi lagi bahwa dulu pandangan hidup nasrani ( gereja )
selama berabad-abad telah menciptakan kebudayaan yang mengabaikan
latihan fisik. Kenudian terdesak oleh keperluan hidup zamannya, serta
te;ah dipelopori oleh gagasan Renaissance dan Humanisme, munculah kaum
rasional dan Philanthropinis. Ini lalu disusul oleh Pestalozzi.
Perjalanan sejarah di atas itu diperkuat pembenarannya oleh Vioth yang menulis “ Enzyklopedie “
di mana ia meneropong latihan jasmani secara kritis dan ilmiah.
Mula-mula ia memberikan ikhtisar sejarah sejak zaman purba, dan berbagai
bangsa. Dengan kacamata kedokteran disorotinys secara sistimatis perlu
dan kegunaan latihan fisik, dan diberinya perincian yang meyakinkan.
Vioth adalah orang yang pertama-tama menunjukkan perlunya guru olahraga
yang terdidik, kalau ingin latihan fisik mencapai tujuannya. Guru
olahraga perlu memahami kerja tubuh, organ-organ tubuh, disamping mampu
melaksanakan latihan fisik secara praktis. Vioth juga telah menunjukkan
kegunaan massage.
Apa yang diuraikan diatas itu telah menimbulkan situasi dan kondisi yang sangat menguntungkan F.L.Jahn
( akan diuraikan dalam bab berikutnya ) . Lagi pula karena kepribadian
F.L.Jahn sangat menonjol, ia lebih banyak dikenang daripada Gutsmuths
yang bersikap sederhana dan tidak menonjolkan diri.
11. Friedriech Ludwig Jahn ( 1778 – 1852 ).
F.L. Jahn dilahirkan pada tanggal 11 Agustus 1778 di Henz, di perbatasan antara Hannover, Mecklenburg dan Prussia di Jerman.
Kehidupan di perbatasan tiga negara kecil inilah memberikan kepadanya
pengalaman pahit yang sangat berkesan. Maka ia mencita-citakan satu
Jerman yang utuh dan tidak terbelah-belah. Maka semua sikap dan tindakan
Jahn perlu dimengerti dari cita-cita itu.
Jiwa kelena dan jiwa bebas
diwarisi Jahn dari keluarganya. Tidak mengherankan bahwa ia sebagai
mahasiswa sukar menyesuaikan diri, sehingga menimbulkan jurang
pengertian antara dia dan guru-gurunya. Jahn juga berlainan pendapat
dengan mahasiswa lainnya karena mereka dianggap oleh Jahn terlalu
kesuku-sukuan dan sikap kedaerahannya tebal, sehingga bertentangan
dengan cita-citanya mempersatukan seluruh Jerman. Pertentangan guru dan
mahasiswa ini telah mengakibatkan terganggunnya perkembangan gerakan
turnen sebagai cara melatih warganegara agar menjadi kuat dan tangguh
dalam mempertahankan tanah air Jerman.
Pada tahun 1811 Jahn membuat Turnplatz di Hasenheide dekat Berlin.
Tempat berlatih ini luasnya cukup untuk 400 orang. Lapangan dikelilingi
oleh parit. Tanah hasil galian parit itu dikumpulkan di tengah lapangan
sehingga merupakan sebuah bukit kecil ( disebut Thienhugel ). Di bukit itu ditanam pohon Eik ( disebut Thieeiche ). Pada pohon itu digantungkan papan berisi sepulu pedoman bagi para anggota Turnen, di antarnya : cara menjadi anggota, tata tertib, dan sebagainya.
Turnplatz
itu menurut Jahn tidak perlu berada dekat gedung sekolah. Jalan kaki
dari sekolah ke lapangan dianggap latihan yang baik. Inilah yang menjadi
penyebab mengapa Turnen dijauhkan oleh guru dari kehidupan sekolah,
sebab kalau tempat berlatih itu jaraknya jauh dari sekolah maka guru
merasa kehilangan waktu. Oleh larena itu kalangan sekolah kurang
mendukung gerakan turnen.
Banyak
mahasiswa yang drop-out menjadi anggota turnen. Para anggota
dikelompokkan menurut usia. Suatu kelompok usia ( kalau terlalu banyak
jumlah anggotanya ) dibagi lagi ke dalam “ Riegen “. Anggota yang terpandai menjadi pemimpin. Kelompok di pimpin oleh “ Voorturner “. Kelompok-kelompok umur di pimpin oleh pembantu-pembantu Jahn, yaitu Eiselen, Friesen, Pischon dan Zenker. Dalam latihan turnen itu otoaktivitas menonjol. Walaupun demikian ad urutan kerja : dimulai dengan Turnkur
( latihan bebas ), disusul dengan latihan wajib yang dipimpin
Voortuner. Caranya langsung asaja, tidak secara metodis. Maka sulit
ditiru di sekolah. Ini merupakan satu faktor lagi yang menjauhkan Jahn
dari kalangan guru.
Pengalaman-pengalaman Jahn itu ditulinya dalam buku “ Die Deutsche Turnkunst “
yang terutama ditukan kepada massa rakyat. Caranya tidak metodis
sehingga tidak berguna bagi guru olahraga. Baru bertahun-tahun kemudian
diadakan usaha untuk membuat urutan yang metodis oleh Eiselen.
Gutsmuths
telah berusaha menyesuaikan latihan-latihan fisik kuno kepada keperluan
zamannya, sedangkan Jahn hanya mengumpulkan latihan-latihan yang dapat
dilaksanakan dengan perkakas; kuda-kuda, jenjang, palang sejajar,
latihan memanjat dan menggantung, latihan mengangkat dan mendorong
bebban berat, lari dan lompat serta gulat dan anggar.
Sudah
dikemukakan bahwa buku Jahn tidak dapat digunakan oleh guru olahraga
karena tidak metodis, serta jenis latihannya kurang memenuhi keperluan
sekolah. Keengganan kalangan sekolah itu ditambah pula oleh sikap serta
perbuatan anggota turnen terhadap guru dan murid sekolah yang dianggap
tidak sepaututnya serta melampaui batas.
Bukti bahwa belum matang waktunya untuk memasukkan gymnastik ke dalam kurikulum sekolah, dapat dilihat dari terjadinya “ Breslauer Turnstreit “ ( sengketa turnen di kota Breslau
) suatu perbedaan pendapat yang meluap menjadi tidak terkendalikan.
Luapan itu adalah akibat dari suatu kesalahan pedagogis, yaitu
mengumpulkan pendapat murid-murid kelas tertinggi sekolah menengah dalam
bentuk tulisan.
Sebenarnya pemerintah
menyadari kegunaan turnen untuk membangun bangsa dan oleh karena itu
bersikap lunak terhadap turnen. Walaupun demikian pemerintah belum mau
memasukkannya ke dalam sekolah.
Suatu ketika pemerintah meyuruh ahli medis Von Konen dan pedagog Vo Bernhardt
membuat laporan tentang turnen. Laporan mereka menyangkal bahwa turnen
mengurangi disiplin sekolah. Mereka menunjukkan bahwa tantangan lebih
banyak ditujukan kepada pribadi Jahn serta para anggota turnen, dan
bukan kepada turnen itu sendiri. Von konen menyangkal bahwa turnen
mengakibatkan gangguan kesehatan. Ia mengutuk penyalahgunaan jam latihan
turnen, serta latihan yang berlebihan. Lawan turnen juga jangan
menggunakan dalil kedokteran secara salah. Kelemahan dan cedera mungkin
saja terjadi, baik di sekolah maupun di tempat bermain. Badan perlu
dibuat kuat memlalui latihan fisik.
Berdasarkan laporan itu pemerintah memutuskan untuk melaksanakan gymnastik yang metodis di sekolah-sekolah.
Dengan
meyelundupnya politik ke dalam gerakan turnen, kelangsungan hidup
turnen mengalami kesulitan besar, bahkan sampai dilarang dan Jahn
dibuang. Setelah meninggalkan Berlin Jahn pergi ke Nohlberg. Di tempat itu ia diusir lagi, dan akhirnya menetap di Freyburg. Jahn meninggal pada tahun 1852.
12.Per Hendrik Ling ( 1776 – 1839 ).
Per Hendrik Ling
adalah putera pendeta. Sewaktu bersekolah ia diusir karena tidak mau
memberitahukan biang keladi/ pemimpin kericuhan. Ia tidak mau pulang
bahkan mengembara ke Swedia, Denmark, Jerman, Perancis dan Inggris,
sambil bekerja sebagai pelayan restoran, penterjemah, atau sebagai
pengasuh anak. Dengan demikian ia menguasai beberapa bahasa.
Pada tahun 1793 ia tercatat sebagai mahasiswa Universitas Lund, dan kemudian Upsala. Pada suatu waktu Ling berada di Kopenhagen
dimana ia mendapat pengaruh-pengaruh yang sangat kuat bagi kehidupannya
dikemudian hari. Di Kopenhagen inilah ia bergaul dengan tokoh-tokoh
terkemuka masa itu, dinataranya : Filsuf H. Steffens yang mengajarnya tentang aliran-aliran pikiran pada zaman itu. Ling juga terpengaruh oleh gagasan-gagasan setelah revolusi Perancis
untuk mengadakan perubahan-perubahan baik dalam masyarakat maupun dalam
pemerintahan. Dalam hubungan ini gymnastik dapat dipakai sebagai sarana
mencapai cita-cita baru itu, baik oleh pendidik-pendidik maupun oleh
pelopor-pelopor perubahan masyarakat.
Juga sewaktu di Kopenhagen itulah Ling muncul sebagai sastrawan/ penyair. Juga berjumpa dengan Muntrichard dan Beurnier,
dua pelarian dari Perancis. Dari kedua sahabat itu Ling belajar anggar
dan ia merasa bahwa bermain anggar itu rematiknya menjadi sembuh. Ini
terjadi karena latihan-latihan yang memperkuat badan, lengan dan tangan,
sedangkan andaikan dibiarkan saja pasti akan semakin melemah.
Pengalaman-pengalaman
di Kopenhagen itu membawanya kepada pemikiran menyusun latihan-latihan
fisik yang teratur dan terarah. Ia berhubungan dengan F. Nachtegall yang
memiliki sekolah gymnastik, yang dikunjungi oleh banyak mahasiswa. Di
sekolah itu terutama dipraktekkan gagasan-gagasan Gutsmuths, sehingga
Ling kena pengaruh Gutsmuths. Ling juga belajar sejarah olahragaYunani
dan dari hasil karya berupa patung-patung Yunani terlihatlah
keharmonisan bentuk badan manusia Yunani yang sangat dikagumi.
Kembali
dari Denmark Ling menjadi guru anggar pada Universitas Lund, dan secara
sukarela mengajar gymnastik kepada mahasiswa. Sesuai dengan
pengaruh-pengaruh yang telah masuk di swedia dari Jerman dan Swiss (
Gutsmuths dan Pestalozzi ) orang mulai memberi perhatian
kepada latihan fisik. Maka pada tahun 1807 keluarlah peraturan pada
sekolah bahwa perlu ada bangsal olahraga, tempat berlatih memanjat,
loncat naik kuda, dan sebagainya.
Di
Lund inilah pimikiran Ling menjadi mantap, dan walaupun ia menggunakan
banyak alat dan perkakas, ia berpendirian bahwa itu semua hanyalah alat
bantu untuk mencapai tujuan latihan-latihannya. Pelaksanaan yang
sempurna dari suatu latihan dicarinya melalui analisa yang teliti. Ia
juga memikirkan urutan yang baik, latihan yang progresif meningkat
beratnya serta intensitasnya.
Pada tahun 1812 Ling diangkat menjadi guru olahraga pada akademi militer kerajaan di Karlberg, dekat Stockhlom. Setahun kemudian ia diangkat menjadi direktur Institut Pusat Gymnastik.
Ling membagi gymnastik menjadi 4 kelompok :
<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>Gymanstik
Padagogis ( Subjctif – actif ), dimana orang belajar menguasai badan
dengan kemauan sendiri, menuju keselarasan bagian-bagian/ organisme
badan.
<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>Gymnastik
Hygenis ( Subjectif- passif ), yang mencakup pula massage dan
latihan-latihan zaman kuno, bertujuan menyehatkan/ menyembuhkan. Atau,
dengan bantuan orang lain melakukan latihan-latihan untuk mengatasi
gangguan badan.
<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>Gymnastik Militer
( Objectif – actif ), dimana orang belajar menakhlukkan kemauan orang
lain dengan bantuan alat, oleh diri sendiri, menuju keselarasan antara
orang dan senjatanya, sehingga lebih mampu menghadapi lawan ( Floret,
pedang, senapan berbayonet, tombak dan sebagainya ).
<!–[if !supportLists]–>4. <!–[endif]–>Gymnastik
Estetis ( Objectif – passif ), dimana orang melaksanakan sikap dan
gerak memberi ekspresi kepada pikiran, perasaan, dan sebagainya menuju
keselarasan jiwa raga.
Oleh Ling pelajaran gymnastik dibagi dalam 3 bagian :
I. Pendahuluan
-
- Latihan kerapian
- Latihan lengan ( lambat )
- Latihan kaki ( lambat )
- Latihan kepala
- Latihan togok : mengankat/ menengadah, pilihan dan gerak ke samping.
- Latihan lonjak-lonjak
- Latihan lengan ( cepat )
- Latihan kaki ( cepat ) dan loncat-loncat di tempat.
II. Inti :
– Togok : a). Latihan punggung, perut ( menengadah )
b). Lain-lain latihan, dianataranya pada jenjang, dan dimana kepala berada lebih rendah dari pada badan.
<!–[if !supportLists]–>– <!–[endif]–>Latihan-latihan tersebut diakhiri dengan latihan kaki.
<!–[if !supportLists]–>– <!–[endif]–>Latihan kecepatan : lari, lari sambung, permainan kecil.
<!–[if !supportLists]–>– <!–[endif]–>Latihan menggantung
<!–[if !supportLists]–>– <!–[endif]–>Latihan keseimbangan
<!–[if !supportLists]–>– <!–[endif]–>Togok : a). Latihan punggung, perut, kontraksi statis otot-otot punggung.
b). Sama dengan ( a ) kontraksi statis otot-otot perut.
c). Putaran, pilihan, membongkok, menengadah.
<!–[if !supportLists]–>– <!–[endif]–>Latihan loncat/ rintangan-rintangan.
<!–[if !supportLists]–>– <!–[endif]–>Latihan baris berbaris dan jalan jauh/ cepat.
III. Penutup :
<!–[if !supportLists]–>– <!–[endif]–>Latihan kaki, togok dan lengan yang dilakukan perlahan-lahan.
13. Neil Bukh ( 1880 – 1950 ).
Neil Bukh adalah direktur sekolah gymnastik di Ollerup ( Denmark ), dekat Svendhorg di pulau Fiinem.
Ia adalah anak petani kaya. Mula-mula memimpin gymnastik sebagai hobby,
tetapi anggotanya semakin banyak ( dari anak-anak pedesaan ). Dengan
uang 100.000 kronor ia membangun gedung sekolah, tempat berlatih
gymnastik. Pendidikan teori dan praktek gymnastik, ditambah atletik dan
senam, anatomi dan physiologi, sejarah, ilmu bumi, ilmu pasti, dan
sebagainya.
Sekolah
Bukh mendorong ke sikap cinta tanah air dan suasana kekeluargaan. Ia
menyatakan bahwa walaupun ia mementingkan latihan-latihan penentuan, ia
tidak menyalahi atau mengubah pokok-pokok pikiran aliran Swedia.
Dasar-dasar dapat dibaca dalam bukunya “ Primitive Gymnastikeller Grundgymnastik “. Judul itu kurang tepat, sebab yang dimaksud adalah “ Persiapan atau Permulaan Gymnastik “.
Pendirian Bukh itu di
dasarkan atas kesimpulan Bukh terhadap anak-anak petani, bahwa mereka
itu kuat dan sehat ( karena bekerja di ladang ), tetapi menderita
kekurangan-kekurangan dalam sikap badan serta ada kekakuan, yang dalam 3
bulan yang pertama ingin ia perbaiki, dan baru setelah itu dikembangkan
lebih lanjut.
Pembagian
pelajaran sama dengan gymnastik Swedia yaitu latihan umum, kaki,
tangan, leher, togok, perut, punggung, jalan dan lari, lompat/ loncat,
ketangkasan, dan permainan.
Bukh
berpendapat bahwa perlu pemanasan yang cukup dan selama pelajaran
berlangsung perlu tetap panas. Ini dicapai dengan menyeling-nyeling
latihan kelentukan, kekuatan dan ketrampilan ketangkasan.
Secara praktis Bukh membagi pelajaran dalam 3 bagian :
<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>Latihan bebas.
<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>Latihan jenjang dan balok
<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>Latihan jalan, lari, lompat, ketangkasan ( untuk putri permainan dan nyanyi ).
14. George Hebert.
George Hebert adalah perwira angkatan laut Perancis yang
merasa mengalami banyak kekurangan sewaktu duduk di bangku sekolah
maupun sewaktu pendidikannya sebagai calon perwira. Tekanan kepada
intelek terlalu menonjol, dan kurang perhatian terhadap kemampuan
berbuat.
Pada suatu ketika ia bertugas di kapal penjelajah untuk memperhatikan perang antara Spanyol dan Amerika.
Ia sangat terkesan oleh sikap orang Amerika yang dilihatnya setiap pagi
tetap menjalankan latihan fisik, dan seolah-olah menganggap peperangan itu hanya sebagai “ pertandingan “ antar bangsa saja.
G.
Herbert berkeyakinan bahwa sifat-sifat orang laki-laki sebagai prajurit
dapat dikembangkan melalui latihan fisik menuju ketahanan dan keuletan
serta untuk berprakarsa. Ini lebih mantap lagi setelah ia bertugas di
pulau Martinique sewaktu terjadi letusan dahsyat gunung berapi Mont Pelee yang mengambil banyak korban manusia. Ia beserta pasukannya bertugas memberi pertolongan.
Di
tahun 1904 terbuka kesempatan baik bagi G. Hebert untuk mempraktekkan
buah pikirannya dengan mendapat tugas menyusun organisasi pengajaran
olahraga angkatan laut, serta meimpin sekolah pendidikan laut. Herbert
adalah penganjur “ Methode Naturelle “ ( metode alamiah ), yang bersifat praktis dan berdaya kegunaan.
Karena
sederhana maka cocok baik untuk anak maupun orang dewasa, baik untuk
pengajaran kelas maupun perorangan, baik untuk sekolah maupun angkatan
perang. Sederhana karena juga tidak memerlukan perkakas dan alat buatan,
tidak memerlukan gedung yang mahal.
Metode Herbert dibagi menjadi sebagai berikut :
<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>Bagian persiapan yang disusun dari bentuk-bentuk latihan yang bertujuan :
<!–[if !supportLists]–>a. <!–[endif]–>Memberi kepada mereka yang lemah : suatu persiapan kepada latihan pokok.
<!–[if !supportLists]–>b. <!–[endif]–>Bersifat korektif ( membetulkan )
<!–[if !supportLists]–>c. <!–[endif]–>Mengembangkan semua bagian tubuh secara metodis.
<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>Bagian pokok yang terdiri dari latihan-latihan : berjalan, lari, melompat, renang, memanjat, mendukung, melempar dan bela diri.
<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>Bagian pelengkap meliputi permainan, cabang olahraga dan pekerjaan tangan.
Latihan-latihan
itu secara lengkap, berguna bagi seseorang agar ia mampu menolong diri
dan mengembangkan tubuhnya secara sempurna. Ia menonjolkan perlunya
latihan bagi jantung dan paru-paru. Murid-murid juga dibiasakan “
melawan hawa dingin dan perubahan suhu “ serta “ mandi udara “ bagi
badan.
Yang
dianggap lengkap adalah kalau latihan fisik itu terdiri dari latihan
persiapan dan latihan pokok, dan minimal telah melakukan :
<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>Latihan penentuan bagi anggota badan dan togok.
<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>Latihan punggung dan perut
<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>Latihan menggantung dan menumpu
<!–[if !supportLists]–>4. <!–[endif]–>Berjalan
<!–[if !supportLists]–>5. <!–[endif]–>Melompat
<!–[if !supportLists]–>6. <!–[endif]–>Latihan bernafas.
Renang
sangat baik dan dianggap lenkap. Jalan atau lari jarak jauh dinilainya
amat berguna. Demikian pula beberapa cabang olahraga.
Herbert
menganggap 1 jam setiap hari sudah cukup untuk pengembangan dan
pemeiharaan badan, asal waktu itu digunakan sebaik mungkin.
15. Inggris.
Sudah
sejak dulu anak sekolah yang belajar dalam sekolah-sekolah Inggris
melaksanakan permainan-permainan beregu yang dianggap mempunyai pengaruh
sosialisasi baik, dan berguna dalam pembentukan kepemimpinan,
kesetiaan, kerja sama, disiplin pribadi, prakarsa serta sikap kesatria.
Disamping itu tentu saja kecintaan terhadap tanah air selalu ditekankan.
Pada suatu masa datanglah pengaruh dari daratan Eropa, yaitu dari Jerman, Swedia dan Swiss,
yang mendorong olahraga di Inggris dilengkapi dengan latihan-latihan
gymnastik, khususnya dikalangan militer. Kemudian juga merembet ke
sekolah-sekolah.
Sebaiknya program-program permainan Inggris yang kelihatannya santai, tetapi
menemukan sifat-sifat baik pada anak-anak pengaruhnya meluas kedaratan
Eropa, sehingga kekuatan serta disiplin yang menonjol dalam gymnastik
Swedia, Jerman maupun Denmark menjadi agak berkurang karena masuknya
permainan-permainan ke dalam kalangan gymnastik di sekolah.
Di
Inggris usaha mempertahankan lapangan-lapangan olahraga dan
tempat-tempat rekreasi serta taman-taman dilakukan dengan gigih.
Walaupun demikian saat ini dirasa adanya kekurangan tempat-tempat
berolahraga dan rekreasi.
Beberapa
cabang olahraga yang berasal dari Inggris adalah misalnya sepak bola,
rugby, cricet dan tinju. Cabang-canbang olahraga inila sangat menarik
perhatian Pierre De Coubertin, orang Perancis yang
mendirikan gerakan Olympic, yaitu untuk menghidupkan kembali pesta
olympic Yunani kuno dan menyelenggarakannya 4 tahun sekali. Pada tahun
1896 diselenggarakan olympic games yang pertama di Athena ( Yunani ).
16. Austria.
Gymnastik sekolah di Austria telah mengalami pembaharuan oleh doktor Karl Gaulhofer dan doktor Margaret Streicher.
Mereka
berpendapat bahwa dalam pendidikan itu tidak ada dinding pemisahnya,
sehingga hanya ada satu pendidikan yaitu yang meliputi anak/ manusia
sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan. Jadu tidak mungkin ada
pendidikan jasmani, pendidikan moral, pendidikan intelek dan sebagainya. Segala sesuatu tercampur dalam satu pendidikan yang utuh.
Mereka
menyayangkan bahwa gymnastik hanya bertujuan mengajar berbagai macam
latihan saja dan tidak mengerti bahwa kesatuan jiwa raga anak itulah
yang mendasari semua usaha pendidikan. Jadi latihan fisik itu
disatupadukan dengan isi yang berbobot parasaan, intelek dan kejiwaan, sikap lahir yang serasi dengan batin.
Gymnastik
mereka itu diberi keterangan “ alamiah “ karena semua keserasian itu
terdapat pada alam, dan gymnastik mereka telah diusahakan mendekati alam
( kealamiahan ) sejauh mungkin. Sikap yang alamiah ditentukan: satu
oleh “ bentuk “ yang dipengaruhi oleh bentuk badan dan keadaan perototan; kedua oleh “ perbuatan “ yaitu kemampuan berbuat atau berprestasi, dan ketiga oleh “ isi “ yang ditentukan oleh kecerdasan serta keadaan batin.
Berdasarkan pemikiran itu suatu jam pelajaran dibagi sebagi berikut :
<!–[if !supportLists]–>a. <!–[endif]–>Pengantar atau latihan-latihan permulaan
<!–[if !supportLists]–>b. <!–[endif]–>Latihan togok, keseimbangan, kekuatan dan ketangkasan, jalan dan lari, serta lompat.
<!–[if !supportLists]–>c. <!–[endif]–>Latihan-latihan penenang.
Pengaruh Gaulhofer dan Streicher
juga sampai di Indonesia melalui negeri Belanda. Guru-guru yang dididik
antara tahun 1950 – 1960 menerima pelajaran sesuai dengan gagasan
Austria tersebut di atas.
B. SEJARAH OLAHRAGA DI INDONESIA
Indonesia
beriklim tropis yang tidak mengenal empat musim, dan terdiri dari
puluhan ribu pulau-pulau besar dan kecil . Garis pantai sangat panjang
dan sungai pun banyak jumlahnya. Hutan lebat sebagian besar menutupi
pulau-pulau, kecuali di Nusa Tenggara Timur yang kurang hujannya.
Dalam
alam yang kaya raya itu hidup manusia Indonesia primitif secara
berkelompok-kelompok. Mereka mencari makan di hutan dan binatang buas
adalah musuh utamanya. Dengan majunya peradaban manusia Indonesia mampu
membuat sumpitan, busur dan anak panah, tombak. Kemudian juga mampu
membuat alat dari besi.
1. Zaman Primitif.
Tidak
mengherankan bahwa anak Indonesia dididik sesuai dengan keperluan hidup
primitif waktu itu. Ikut ayah menangkap ikan, berburu, dan sebagainya
merupakan persiapan langsung kepada tugas-tugasnya nanti kalau sudah
dewasa. Jadi menirukan serta mencoba merupakan metoda yang dipakai.
Meniti,
mengayun, menggantung, mendayung, melompat, berenang, lari, menyelinap,
dan sebagainya merupakan perbuatan sehar-hari sehingga pembentukan dan
perkembangan fisik berlangsung baik dan sekaligus bersatu dengan
pembentukan watak, kecerdasan, ketrampilan, bersiasat, dan sebagainya,
sehingga boleh disebut pendidikan yang bulat dan menyeluruh.
Seperti
pada bangsa-bangsa primitif lainnya suku-suku di Indonrsia juga
mengenal upacara inisiasi, misalnya pada perubahan dari situs pemuda
menjadi dewasa, atau dari bujangan menjadi berkeluarga.
2. Zaman Kerajaan – Kerajaan.
Kehidupan di zaman kerajaan-kerajaan besar di Indonesia separti zaman Sriwijaya, Mojopahit,
Mataram ditandai oleh tata feodal yang memisahkan jauh antara rakyat
dan raja dengan adanya pegawai, prajurit dan kebangsawanan yang
memisahkan raja dari rakyat.
Drai tulisan-tulisan kuno dapat dibaca bahwa mengabdi kepada raja adalah kehormatan dan
utnuk itu diadakan persyaratan-persyaratan atau ujian-ujian. Dari
naskah-naskah itu tidak terbaca adanya usaha-usaha peningkatan kemampuan
fisik, walaupun itu dianggap harus dimiliki. Ynag ditinjolkan adalah
sifat-sifat kejiwaan dan intelek serta kemampuan yang melebihi manusia
biasa, misalnya tidak nampak oleh musuh, mampu membuiat tidur lawan,
kebal terhadap senjata tajam dan mantra-mantra, dan sebagainya.
Dalam
hubungan ini patut disebut pencak silat yang juga merupakan kemampuan
yany perlu untuk melindungi kelompok, maka pendidikan pencak silat tidak
berlangsung secara terbuka, tetapi rahasia. Para murid juga diharuskan
merahasiakan kemampuannya demi keselamatan kelompok.
Karena
manusia kuno sangat hormat atau segan terhadap binatang buas maka tidak
mengherankan kalau beberapa cara membela diri dihubungkan dengan
kemampuan atau cara menyerang/ bertahan binatang-binatang seperti kera,
burung elang dan sebagainya.
Zaman
kerajaan juga mengenal pendidikan prajurit melalui perintah ngurung
atau mengepung harimau oleh barisan prajurit bersenjatakan tombak.
Perintah langsung semacam itu tentu saja memerlukan ketabahan yang
besar. Pemberani sajalah yang tinggal dan dengan begitu terkumpullah
prajurit yang tangguh.
Di
abad ke 18 dan 19 di mana raja-raja sudah banyak ditundukan oelh
penjajah, pendidikan cinta tanah air melalui pencak silat semakin
dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi.
Yang
di Jawa dilaksanakan agak terbuka adalah latihan-latihan pencak silat
yang dikaitkan dengan pekajaran tari-tarian. Walaupun hanya bentuk luar
saja yang tampak , pada kenyataannya telah membuat anak-anak menjadi
berminat untuk mendalami pencak silat lebih jauh, dan berhasil membuat
anak menjadi lebih tergembleng jiwa raganya.
Permainan
yang bnayak digemari dan terdapat secara luas di Indonesia adalah sepak
raga, suatu permainan bola dengan bola terbuat dari anyaman rotan.
Ketangkasan mempertahankan bola di udara diiringi dengan bunyi-bunyian
gendang atau gamelan, rebana, dansebagainya. Permainan dapat dilakukan
sendirian atau oleh tiga orang sekaligus dengan menggunakan satu bola
saja.
Keberanian
dan ketabahan diuji dalam permainan ujungan, yaitu di mana dua pemuda
sambil menggunakan tongkat rotan mencoba mengenai kaki atau punggung
lawannya. Permainan ini tersebar di Jawa dan Nusa Tenggara.
Juga terdapat sejenis tinju yang terkenal dengan nama okol. Ini terdapat di Jawa Timur. Di Nias
pemuda-pemuda diukur ketangkasannya dengan kemampuannya melompati
tembok setelah mengawali pada batu besar di depan tembok itu. Permainan
di mana seorang anak, sambil mengawasi penglakannya harus menemukan
teman-teman yang bersembunyi sangat baik untuk menguji keberanian dan
akal anak.
3. Zaman Penjajah Belanda.
Pengaruh Swedia masuk di Nusantara melalui perwira-perwira angkatan laut kerajaan Belanda, antara lain Dr. Mikema yang ditempatkan di Malang. Di kota itu ia juga mengajar gymnastik kepada perwira bintara A.D. dan guru-guru sekolah. Pada tahun 1920 ia dibantu oleh Classen yang berijazah guru latihan jasmani untuk sekolah menengah.
Dr. Minkema dapat mempengaruhi pejabat-pejabat pusat Jakarta sehingga pada Departemen Pertahanan dibentuk biro “ Pengembangan dan Hiburan “.
Pada
tahun1922 di di Bandung dibuka Sekolah Olahraga dan Gymnastik Militer,
di mana telah ada Perkumpulan Latihan Jasmani. Di situ dididik guru
–guru gymnastik selama 1 ½ tahun.
Di sekolah Normal dan Kweekschool juga diajarkan latihan jasmani. Mereka yang memenuhi persyaratan dapat memperoleh akta ( hak ) mengajar olahraga, yang disebut akta J ( pemula ) dan akta S ( lanjutan ).
Sebelum Perang Dunia ke II di Surabaya ada GIVIO, suatu Lembaga Pemerintah tempat mendidik guru-guru olahraga.
Setelah Perang Dunia ke II dan
Bandung yang diduduki oleh tentara Belanda didirikan Akademi Pendidikan
Jasmani. Olahraga di sekolah berupa permainan, atletik dan senam. Di
luar jam-jam sekolah ada kesempatan untuk belajar renang dan latihan
atletik, sepakbola, basket dan sebagainya (di sekolah menengah).
Cabang-cabang
olahraga dalam zaman penjajahan Belanda belum banyak yang digemari.
Yang ada hanya sepakbola, atletik, renang, tennis dan horfbal.
Sesuai
dengan taraf perjuangan bangsa Indonesia terbentuklah
perkumpulan-perkumpulan olahraga yang bersifat nasionalis. Misalnya PSSI didirikan untuk menandingi NIVU yang didirikan oleh orang-orang Belanda. Juga Indonesia Muda
sebagai perkumpulan-perkumpulan putra-putri Indonesia telah memiliki
bagian olahraga sepakbola dan atletik. Pola ini kemudian berjangkit pula
ke dalam perkumpulan-perkumpulan pemuda lainnya.
Berbagai pertandingan dan perlombaan besar penyelenggaraanya dikaitkan dengan pasar malam, misalnya di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, yang diadakan sekali setahun.
Suatu
fenomena yang khas adalah adanya bagian sepakbola dari sandiwara
keliling. Di suatu kota di mana perkumpulan sandiwara itu mengadakan
pertunjukan, mereka juga mengadakan acara memperebutkan piala melawan
perkumpulan-perkumpulan sepakbola setempat.
4. Zaman Jepang
Indonesia
diduduki Jepang selama tiga setengah tahun. Di sekolah-sekolah suatu
pelajaran olahraga diisi dengan senam pagi yang disebut Taisho, dan dilakukan sebelum mulai belajar. Jam olahraga diisi secara bergiliran dengan baris-baris, sumo (gulat
cara Jepang), lari sambung membawa pasir dalam karung, rebutan bendera
yang dilaksanakan oleh antara-regu-regu yang terdiri dari dari tiga
orang. Permainan dan atletik semakin terdesak oleh olahraga Jepang,
antara Kendo yang dilakukan dengan tongkat bambu.
Pelajaran olahraga di sekolah terkenal dengan sebutan gerak badan.
5. Zaman Merdeka
Walaupun
baru saja merdeka, dan sibuk menghadapi serangan-serangan balatentara
Belanda yang bersembunyi di bawah selimut sekutu masuk Indonesia,
pemerintah RI telah memberi perhatian kepada olahraga yang waktu itu
masih dikenal dengan istilah gerak badan. Ini terbukti dengan adanya saran tertulis dari Panitia Penyelidik Pengajaran
(Desember 1945) mengenai pendidikan dan pengajaran, diantaranya
mengenai gerak badan. Panitia menyatakan bahwa pendidikan baru lengkap
kalau ada pendidikan jasmani (istilah baru bagi gerak badan), sehingga
tercapai suatu harmoni (keselarasan). Mereka juga menyarankan adanya
latihan militer untuk murid-murid SMT (SMA) dan pelajar
puteri melaksanakan pendidikan jasmani perlu diperhatikan nasehat
dokter. Bahan pelajaran sedapat-dapatnya di ambil dari khazanah
permainan dan kesenian nasional. Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani
perlu pula memanfaatkan musik (irama). Kepanduan dianggap perlu untuk
dimasukkan ke dalam kurikulum. Perlombaan perlu, tetapi perlu di cegah
terjadinya alses-akses. Biaya pelaksanaan pendidikan jasmani diberi oleh
Pemerintah. Setiap sekolah perlu dilengkapi dengan lapangan olahraga.
Untuk secepatnya mampu melaksanakan idea-idea diatas, perlu mengadakan
kersus-kersus kilat untuk para guru.
Dari
apa yang telah terbaca di atas itu terlihat bahwa pemerintah RI zaman
itu sudah cukup luas pandangannya dan mendukung penuh pelaksanaan
olahraga di sekolah.
Dalam
Undang-Undang nomor 12 tahun 1954 yang menyatakan berlakunya
Undang-Undang No. 4 tahun 1950 (RI) untuk seluruh wilayah Nusantara,
maka peraturan lain menjadi hapus. Undang-undang No. 4 tahun 1950 memuat
tentang pendidikan jasmani dalam Bab VI sebagai berikut :
Pasal
9 : Pendidikan jasmani yang menuju kepada keselarasan antara tumbuhnya
badan dan perkembangan jiwa, dan merupakan suatu usaha untuk membuat
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir dan batin,
diberikan pada segala jenis sekolah.
Penjelasannya Pasal 9 itu adalah sebagai berikut :
“Untuk
melaksanakan maksud daripada Bab II Pasal 3 tentang tujuan pendidikan
dan pengajaran, maka pendidikan dan pengajaran harus meliputi kesatuan
rohani-jasmani.
Pertumbuhan jiwa dan raga harus mendapat tuntunan yang menuju ke arah keselarasan, agar tidak timbul penyebelahan ke arah intelektualisme atau ke arah perkuatan badan saja.
Perkataan
keselarasan menjadi pedoman pula untuk menjaga agar pendidikan jasmani
tidak mengasingkan diri daripada pendidikan keseluruhan.
Pendidikan jasmani merupakan
usaha pula untuk membuat bangsa Indonesia sehat dan kuat lahir batin.
Oleh karena itu pendidikan jasmani berkewajiban juga memajukan dan
memelihara kesehatan badan, terutama dalam arti preventif, tapi juga
secara korektif.
Pendidikan
jasmani sebagai bagian daripada tuntunan terhadap pertumbuhan
rohani-jasmani dengan demikian tidak terbatas pada jam pelajaran yang
diperuntukkan baginya saja”.
Sebagai
perencana dan pengatur pendidikan jasmani di sekolah pada struktur
jawatan Pengajaran (salah satu dan 4 jawatan dalam Kementerian
Pendidikan dan Pengajaran) ada Inspeksi Pusat Pendidikan Jasmani. Untuk
olahraga di masyarakat (luar sekolah jawatan pendidika masyarakat ada
urusan pendidikan jasmani).
Sekolah-sekolah untuk mendidik guru pendidikan jasmani adalah SGPD dan akademi PD, di samping itu ada kursus-kursus BI, kursus instruktur PD, kursus ulang PD.
Di
propinsi-propinsi/daerah-daerah ada Inspeksi PD Daerah yang membina dan
mengawasi pelaksanaan PD di sekolah-sekolah. Pada tahun 1952 di Semarang dan
tahun 1953 di Surabaya telah dapat di selenggarakan perlombaan pelajar
seluruh Indonesia. Sayang bahwa hanya dapat berlangsung dua kali. Konon
uang untuk penyelenggaraan itu telah dialihkan ke pendirian
sekolah-sekolah SGPD di berbagai tempat di Indonesia.
Pada
tahun 1961 dibentuklah Departemen Olahraga karena diperlukan badan yang
lebih tinggi kedudukannya untuk mengelola pendidikan jasmani dan
olahraga yang sejak saat itu dinyatakan menjadi satu dalam istilah
olahraga. Jadi sejak saat itu tidak ada lagi pembedaan di antara
keduanya karena olahraga adalah istilah Indonesia asli dan bukan
terjemahan dari sport dan physical education. Sikap dan sifat mendidik sudah otomatis tercakup dalam istilah olahraga.
Olahraga menjadi sarana “nation building” dan kususnya untuk dipakai menggembleng para pemuda untuk menjadi manusia-manusia Indonesia baru yang “berani melihat dunia ini dengan muka yang terbuka, tegak, fisik kuat, mental kuat, rohani kuat, jasmani kuat”.
Menjadi
olahragawan yang berprestasi tinggi sama harganya dengan di bidang
manapun di mana seseorang telah berprestasi tinggi pula : ilmu,
keprajuritan, keguruan dan sebagainya. Dedikasi,
mempersembahkan hidup untuk Indonesia, menjadi pendorong kuat untuk
berprestasi tinggi sehingga menjujung tinggi nama baik Indonesia.
Ini
seirama dengan persiapan-persiapan Asia Games IV yang akan
diselenggarakan di Indonesia. Olahraga di luar sekolah dipergiat melalui
BATIDA-BATIDA dan kemudian KOGOR-KOGOR
untuk menyiapkan olahragawan-olahragawan yang diperlombakan antar
daerah untuk mampu membentuk team Indonesia yang tangguh dalam Asia Games
IV 1962. dan memang hasilnya sangat memuaskan. Belum pernah Indonesia
menggondol medali emas, perak dan perunggu sebanyak tahun 1962 itu.
Dalam masa setelah peristiwa berdarah coup G 30 S/PKI
Indonesia perlu memulihkan diri secara total dari luka-luka yang telah
di deritanya. Ekonomi dan pangan menduduki prioritas tertinggi dalam
program Pemerintah Orde Baru. Dengan demikian olahraga yang telah
menurun prioritasnya itu semakin parah keadaanya dan prestasi yang
tinggi hanya dicapai oleh olahragawan bekas TC Asian Games/GANEFO saja. Peningkatan gairah dan sarana olahraga baru kelihatan setelah lewat satu PELITA.
Masyarakat disadarkan bahwa Pemerintah tidak mungkin ditambah bebannya
dengan pengurusan olahraga secara sendirian, dan perlu adanya gerakan
dalam masyarakat itu sendiri yang kuat untuk memajukan olahraga. Maka
timbullah sistem sponsor yang sedikit-sedikit mulai mendorong
kegiatan-kegiatan baru dalam olahraga. Nasib yang sama di alami oleh
olahraga di dalam sekolah. Direktorat Jenderal Olahraga dan Pemuda tidak
lagi mempunyai pengaruh di dalam sekolah-sekolah dan guru-guru olahraga
keadaanya seperti ayam kehilangan induknya. Di sekolah yang semakin
padat diisi dengan program-program pendidikan hal-hal baru, seperti
kependudukan, kesejateraan keluarga, masalah lingkungan, dan sebagainya.
Semakin memojokkan olahraga.
6. Gerakan Olahraga
Kongres olahraga yang pertama kali berlangsung dalam suasana Indonesia merdeka adalah pada bulan Januari 1947 di Solo.
Dalam kongres itu diputuskan untuk membentuk satu wadah yang mengurusi
olahraga, dan Pemerintah diminta untuk meresmikannya. Wadah itu mendapat
nama PORI, singkatan dari Persatuan Olahraga Republik Indonesia. Pada malam peresmian PORI oleh Presiden Soekarno
dilantik pula suatu panitia yang akan menangani masalah hubungan
Olimpiade, bernama KORI : Komite Olimpiade Republik Indonesia, dan
diketuai oleh Sultan Hamengkubuwono IX.
Pembagian kerja dalam PORI
semua adalah sebagai berikut : Ada bagian-bagian sepakbola, bola basket
dan renang, atletik, bola keranjang penahan, tennis, bulutangkis, pencak
silat, serta gerak jalan. Keuangan PORI dan KORI di dapat dari subsidi
Pemerintahan yang disalurkan melalui Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
Sewaktu di Tokyo
diselenggarakan Asian Games ke 3 (1958) Indonesia telah menawarkan diri
untuk menjadi tuan rumah Asian Games ke 4. Tawaran itu diterima
sehingga segala sesuatu perlu dipersiapkan dengan baik agar tidak
membuat malu bangsa dan negara. Ada tiga hal yang perlu ditangani yaitu
penyediaan fasilitas utntuk pertandingan dan perkampungan olahragawan.
Kedua adalah penyiapan team nasional yang tangguh, dan ketiga panitia
penyelenggara yang bijaksana serta memahami seluk-beluk peraturan dan
pengaturan yang bermutu Internasional.
Untuk itu dibentuk Dewan Asia Games Indonesia (DAGI). Semua kegiatan organisasi olahraga ditempatkan di bawah pimpinan dan pengawasan DAGI, sedangkan KOI (Komite Olimpiade Indonesia, nama baru bagi KORI).
Merupakan badan pembantu Dewan, terutama dalam masalah organisasi dan
administrasi. Sebagai tindak lanjut DAGI menetapkan bahwa pimpinan
sentral dilakukan oleh Komando Gerakan Olahraga (KOGOR), dan di tiap
propinsi dibangun Kantor Gerakan Olahraga yang selain mencakup Badan Persiapan Team Indonesia Daerah (BATIDA)
juga mencakup KOI Daerah dan organisasi-organisasi olahraga lainnya.
Keadaan diatas itu tidak berlangsung lama, karena terus disusul oleh
terbitnya Keputusan Presiden No. 496/1961 yang memberi wewenang penuh
untuk mengatur, mengawasi, memimpin atau menyelenggarakan segala
ketentuan dalam Keputusan Presiden nomor 79/1961, sehingga KOGOR
kedudukannya semakin kokoh dalam pengelolaan dan pembinaan olahraga.
Karena
olahraga oleh Pemerintah diberi arti yang luas dan dinyatakan sangat
penting untuk pembangunan bangsa, maka dengan Keputusan Presiden No.
131/1962 dibentuklah Departemen Olahraga. Selama ada Departemen yang
mengelola Olahraga, baik organisasi maupun prestasi olahraga terus
meningkat. Ini terbukti dari hasil yang dicapai dalam Asian Games ke 4
dan Games of the New Emerging Foeces (GANEFO) yang pertama.
Setelah usaha terkutuk G 30
S/PKI gagal untuk menguasai RI dan pemerintah Orde Baru memegang tampuk
pimpinan negara diadakan kriteria untuk menentukan prioritas dalam
segala hal yang perlu ditangani oleh Pemerintah, dan ekonomilah yang
mendapat priorutas tertinggi. Tidak berhubungan bahwa olahraga mengalami
kemunduran. Ini tidak berlangsung lama karena kalangan olahraga
menyadari sepenuhnya tugas berat Pemerintah untuk membangun negara dan
bangsa, dan tidak mungkin hanya mau menggantungkan diri kepada
Pemerintah. Lalu diadakan musyawarah antara induk-induk cabang olahraga (MUSORNAS),
dan berhasil dibentuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang
dengan Keputusan Presiden No. 57/1967 ditetapkan sebagai satu-satunya
pembina gerakan olahraga. KONI tunduk kepada kebijaksanaan umum
Pemerintah dan wajib membantu Pemerintah dalam perencanaan kebijaksanaan
umum di bidang olahraga. Dalam badan baru (KONI) ini KOI merupakan
bagian yang khusus menangani hubungan dengan IOC dan gerakan Olimpik. Ini sangat pragmatis, karena KOI sudah menjadi anggota IOC sejak 1952.
Di tahun 1970 dalam masyarakat
timbul masalah profesionalisme, khususnya dalam tinju. Pemerintah
melalui PP no. 63/1971 mengatur pembinaan olahraga profesional secara
menyeluruh, tetapi pada waktu itu baru tinju yang menonjol
permasalahannya. Enam tahun kemudian masalah sepakbola profesional
menjadi perhatian khalayak ramai. Badan yang membina profesionalisme
menjadi perhatian khalayak ramai. Badan yang membina profesionalisme
adalah BAPOPI (Badan Pembina Olahraga Profesional Indonesia) sebagai pembantu Menteri P dan K.
RANGKUMAN
<!–[if !supportLists]–>1. <!–[endif]–>Secara
naluri ilmiah bangsa primitif sudah melakukan kegiatan-kegiatan fisik
yang membantu tercapainya ketrampilan dan ketangkasan untuk kehidupan
sebagai orang dewasa.
<!–[if !supportLists]–>2. <!–[endif]–>Kerjasama dalam kelompok sangat menonjol karena keselamatan bersama dijamin melalui kesatuan kelompok tersebut.
<!–[if !supportLists]–>3. <!–[endif]–>Tari-tarian dan lain-lain perbuatan merupakan bagian dari upacara-upacara keagamaan yang banyak dilakukan oleh bangsa primitif.
<!–[if !supportLists]–>4. <!–[endif]–>Mesir
kuno yang sudah memiliki kebudayaan tinggi, dan latihan fisik diberikan
sesuai dengan keperluan-keperluan tertentu. Olahraga yang sudah
berkembang antara lain naik sampan dan dorong-mendorong sampai jatuh
kedalam sungai, gulat, hoki, anggar dengan tongkat, penahan dan main
bola. Musik dan tari-tarian merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.
<!–[if !supportLists]–>5. <!–[endif]–>Di
Cina kuno penghormatan kepada generasi yang lebih tua merupakan tradisi
kuat. Kegiatan fisik dikaitkan dengan upacara-upacara keagamaan.
Demikian pula tari-tarian. Mengendarai kereta perang dan panahan
memduduki tempat penting dalam pendidikan ke kawasan.
<!–[if !supportLists]–>6. <!–[endif]–>Di
Yunani kuno masyarakat terdiri dari warganegara bebas, orang asing dan
yang terbanyak: kaum hamba. Walaupun demikian uraian hanya mengenai
warganegara bebas saja. Dewa-dewa dianggap berbentuk manusia tetapi
memiliki keunggulan-keunggulan lain. Olahraga yang telah dilaksanakan
secara luas adalah lomba kereta chariot, tinju, gulat, lari, lempar
lembing dan tari-tarian.
<!–[if !supportLists]–>7. <!–[endif]–>Di Sparta pendidikan berlangsung dalam disiplin keras dan melalui penderitaan-penderitaan fisik dan bersifat militer.
<!–[if !supportLists]–>8. <!–[endif]–>Di
Athena dilaksanakan pendidikan yang jarmonis, selaras, dan serasi, baik
intelek, fisik maupun estetis. Latihan fisik berupa pancalomba, main
bola, lari dan renang. Ada pesta-pesta Olimpik, Isthmia, Pyrhia dan
Nemea.
<!–[if !supportLists]–>9. <!–[endif]–>Di
zaman Romawi segala sesuatu dilihat dari sudut kepraktisan. Pengelolaan
negara semakin teratur dan dalam segi kebudayaan mengambil dari Yunani.
Olahraga yang populer adalah main bola dan angkat besi. Tontonan umum
yang digemari adalah tinju-gulat, gladiator adu binatang buas dan
manusia melawan binatang.
<!–[if !supportLists]–>10. <!–[endif]–>Di
abad pertengahan banyak orang menjadi penyebar agama atau mengendalikan
diri dalam bidang keprajuritan. Kaum ritter memerlukan kemampuan fisik,
ketangkasan naik kuda dan kemahiran menggunakan senjata.
<!–[if !supportLists]–>11. <!–[endif]–>Zaman
Renaissance menunjukkan timbulnya pemikiran-pemikiran baru berdasarkan
kebudayaan Romawi dan Yunani yang telah digali kembali. Renaisance mulai
di Italia dan menyebar luas ke seluruh Eropa. Humanisme adalah
pernyataan zaman itu yang berupa hasil pemikiran, hasil kreativitas yang
menunjukkan semangat individu dan sikap kritis. Olahraga dicari
hubungannya dengan ilmu kesehatan dan kedokteran. Pada zaman ini banyak
diterbitkan buku.
<!–[if !supportLists]–>12. <!–[endif]–>Abad
ke 17 dan 18 ditandai oleh berkembangnya ilmu pengetahuan. Pikiran dan
akal sehat diterapkan kepada ajaran gereja, masalah kemasyarakatan,
hukum, undang-undang, dan sebagainya.
<!–[if !supportLists]–>13. <!–[endif]–>Kaum philantropinis memasukkan olahraga dalam kurikulum sekolah.
<!–[if !supportLists]–>14. <!–[endif]–>Jahn adalah pelopor gerakan mengolahragakan rakyat Jerman agar lebih mampu mempertahankan tanah airnya.
<!–[if !supportLists]–>15. <!–[endif]–>Ling
adalah pencipta gimnastik yang kemudian terkenal dengan nama “sistem
Swedia”, yang terdiri dari gimnastik pedagogis, hygienis, militer dan
estetis.
<!–[if !supportLists]–>16. <!–[endif]–>Niels
Bukh adalah orang Denmark yang mendirikan sekolah dan memberikan
gimnastik yang disesuaikan dengan keperluan anak-anak petani yang pada
umumnya kuat tetapi kaku.
<!–[if !supportLists]–>17. <!–[endif]–>G. Hebert adalah orang Perancis yang menganjurkan latihan fisik secara alamiah, bersifat praktis dan berdasarkan kegunaan.
<!–[if !supportLists]–>18. <!–[endif]–>Olahraga
di Inggris berkembang paling dulujika di banding dengan negara-negara
lain, terutama yang bersifat permainan. Di negara-negara lain kemudian
timbul gerakan memasukkan permainan ke dalam kurikulum sekolah disamping
gimnastik.
<!–[if !supportLists]–>19. <!–[endif]–>Gaulhofer
dan Streicher adalah dua orang Austria yang menganjurkan pelaksanaan
gimnastik secara alamiah, mementingkan pribadi anak, serta membawa
suasana gembira ke dalam pelajaran sekolah.
<!–[if !supportLists]–>20. <!–[endif]–>Olahraga
di Indonesia kuno tidak berdiri sendiri, tetapi berkait dalam
tari-tarian dan upacara agama. Di zaman kerajaan-kerajaan besar olahraga
terkait pada pendidikan keprajuritan dan seni tari. Permainan rakyat,
seperti sepakraga, ujungan, okol, dan lain-lain perlu mendapat
penelitian dan penggalian kembali. Di zaman penjajahan Belanda olahraga
dipengaruhi oleh aliran yang dibawa Belanda dari Eropa, jadi ada
pengaruh dari sistem Swedia, Belanda, dan Austria. Di zaman merdeka
olahraga semakin berkembang, tetapi belum mampu menemukan bentuk yang
serasi dengan naluri, tradisi, sejarah serta kebudayaan asli Indonesia.
<!–[if !supportLists]–>21. <!–[endif]–>Gerakan
olahraga Indonesia mengalami kemajuan pesat sewaktu olahraga dianggap
sebagai saran ampuh untuk membangun bangsa. Gerakan itu merosot setelah
Pemerintah mengadakan sistem prioritas dan tidak menyediakan biaya cukup
untuk memajukan semua cabang olahraga. Diharap dengan kegotongroyongan
antara Pemerintah dan masyarakat akan tercapai pengertian baru dalam
fungsi olahraga sebagai peningkat kwalitas hidup bangsa.
========= SLK =========
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. i
PRAKATA ………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….… iii
A. SEJARAH OLAHRAGA DUNIA …………………………………….. 1
1. Bangsa Primitif …………………………….…………………… 1
2. Mesir Kuno …………………………….…………………….… 2
3. Cina Kuno …………………………….……………………….. 3
4. Yunani Kuno …………………………….……………………… 4
a. Negara Sparta …………………………….…………….. 5
b. Negara Athena …………………………………………. 6
5. Zaman Romawi …………………………….………………….. 7
6. Abad Pertengahan …………………………….……………….. 8
7. Zaman Renaisssance dan Humanisme …………………………… 9
8. Abad Ke 17 ……………………………………………………… 10
9. Abad Ke 18 ……………………………………………………. 10
10. Kaum Philanthropinis ………………………………………….. 11
11. Friedriech Ludwig Jahn ( 1778 – 1852 ) ………………………… 12
12. Per Hendrik Ling ( 1776 – 1839 ) ……………………………… 13
13. Neil Bikh ( 1880 – 1950 ) ………………………………………. 15
14.George Hebert …………………………………………………… 16
15. Inggris …………………………………………………………… 17
16. Austria ………………………………………………………….. 18
B. SEJARAH OLAHRAGA DI INDONESIA …………………………… 19
1. Zaman Primitif ………………………………………………… 19
2. Zaman Kerajaan – Kerajaan …………………………………… 19
3. Zaman Penjajah Belanda ………………………………………. 20
4. Zaman Jepang …………………………………………………. 21
5. Zaman Merdeka ……………………………………………….. 21
6. Gerakan Olahraga ……………………………………………… 23
RANGKUMAN ……………………………………………………….… 25
SEJARAH LAHIRNYA PEKAN OLAHRAGA
NASIONAL (PON)
Pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta
telah terbentuk persatuan sepakbola yang bersifat kebangsaan yang
bernama Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia, disingkat PSSI dengan
ketuanya Ir. Soeratin Sosrosugondo. Pembentukan persatuan nasional
tersebut merupakan tindakan dari kalangan bangsa Indonesia, karena ingin
mengatur organisasinya sendiri. PSSI sejak tahun 1931
menyelenggarakan kompetisi tahunan antar kota/anggota, dan tidak ikut
serta dalam pertandingan-pertandingan antar kota yang diadakan oleh
Belanda.
Berkat perkembangannya yang baik, pada tahun 1938 pihak Belanda melalui persatuan sepakbolanya, Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) mengadakan pendekatan dan kerjasama dengna PSSI. Jejak sepakbola ini dituruti oleh cabang olahraga Tennis dengan berdirinya Persatuan Lawan Tennis Indonesia (PELTI) pada tahun 1935 di Semarang. Berkedudukan di Jakarta (waktu itu bernama Batavia), pada tahun 1938 lahirlah Ikatan Sport Indonesia (ISI),
satu-satunya badan olahraga yang bersifat nasional dan berbentuk
federasi. Maksud dan tujuannya adalah untuk membimbing, menghimpun dan
mengkoordinir semua cabang olahraga, antara lain PSSI, PELTI dan Persatuan Bola Keranjang Seluruh Indonesia (PBKSI), yang didirikan pada tahun 1940. ISI sebagai koordinator cabang-cabang olahraga pada tahun 1938 pernah mengadakan Pekan Olahraga Indonesia, yang dikenal dengan nama ISI Sportweek, Pekan Olahraga ISI.
Serangan Jepang secara mendadak pada tanggal 8 Desember 1941 terhadap Pearl Harbour (Pelabuhan Mutiara) menimbulkan perang pasifik. Dengan masuknya Jepang ke Indonesia pada bulan Maret 1942,
ISI oleh sebab berbagai kesulitan dan rintangan, tidak bisa
menggerakkan aktivitasnya sebagaimana mestinya. Pada zaman Jepang
gerakan keolahragaan ditangani oleh suatu badan yang bernama GELORA, singkatan dari Gerakan Latihan Olahraga, yang terbentuk pada masa itu. Tidak banyak peristiwa olahraga penting tercatat pada zaman Jepang pada tahun 1942-1945,
oleh karena peperangan terus berlangsung dengan sengit dan kedudukan
tentara Nipon terus pula terdesak. Dengan sendirinya perhatian
Pemerintah militer Jepang tidak dapat diharapkan untuk memajukan
kegiatan olahraga di Indonesia. Dengan runtuhnya kekuasaan Jepang pada
bulan Agustus 1945,
kemerdekaan Indonesia membuka jalan selebar-lebarnya bagi bangsa kita
untuk menangani semua kegiatan olahraga di tanah air sendiri.
Kegiatan-kegiatan ini pada awal kemerdekaan belum dapat digerakkan
sepenuhnya, disebabkan perjuangan bangsa kita dalam mempertahankan dan
menegakkan kemerdekaan yang baru direbut itu, mendapat cobaan dan ujian.
Sebagai akibat timbullah pertempuran di berbagai tempat, yang menjadi
penghalang besar dalam mengadakan aktivitas keolahragaan secara tertib
dan teratur. Namun demikian, berkat usaha keras para tokoh olahraga
kita, pada bulan Januari 1946, bertempat di Habiprojo di kota Solo
diadakan kongres olahraga yang pertama di alam kemerdekaan. Berhubung
dengan suasana pada masa itu, hanya dihadiri oleh tokoh-tokoh olahraga
dari pulau Jawa saja.
Kongres tersebut berhasil membentuk suatu badan oalhraga dengan nama Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) dengan susunan pengurus sehagai berikut :
Ketua Umum : Mr. Widodo Sastrodiningrat
Wakil Ketua Umum : Dr. Marto Husodo
Sumali Prawirosoedirdjo
Sekretaris I : Sutardi Hardjolukito
Sekretaris II : Sumono
Bendahara I : Siswosoedarmo
Bendahara II : Maladi
Anggota : Ny. Dr. E. Rusli Joemarsono
Ketua Bagian Sepakbola : Maladi
Ketua Bagian Basketball (sementara) :Tonny Wen
Ketua Bagian Atletik : Soemali Prawirosoedordjo
Ketua Bagian Bola Keranjang : Mr. Roesli
Ketua Bagian Penahan : S.P. Paku Alam
Ketua Bagian Tennis : P. Sorjo Hamidjojo
Ketua Bagian Bulutangkis : Sudjirin Tritjondrokoesoemo
Ketua Bagian Pencak Silat : Mr. Wongsonegoro
Ketua Bagian Gerak Jalan : Djuwadi
Ketua Bagian Renang(sementara) : Soejadi
Ketua Bagian Anggar/Menembak : Tjokroatmodjo
Ketua Bagian Hockey : G. P. H. Bintoro
Ketua Bagian Publikasi : Moh. Soepardi
Dalam kongres ini mulanya dimajukan dua nama lainnya, yang akan diberikan kepada badan olahraga yang bakal dibentuk itu, yaitu ISI dan GELORA.
Keduanya tidak terpilih dan sebagai kesimpulan rapat, diresmikanlah
berdirinya PORI dengan pengakuan Pemerintah, sebagai satu-satunya badan
resmi persatuan olahraga, yang mengurus semua kegiatan olahraga di
Indonesia. Fungsinya sama dengan ISI.
Sesuai dengan fungsinya, PORI
adalah juga sebagai koordinator semua cabang olahraga dan khusus
mengurus kegiatan-kegiatan olahraga dalam negeri. Dalam hubungan tugas keluar, berkaitan dengan Olimpiade dan International Olympic Committee ( IOC ), Presiden R.I. telah melantik Komite Olympiade Republik Indonesia ( KORI ) yang diketuai oleh Sultan Hamengku Buwono IX dan berkedudukan di Yogyakarta.
Bagi Indonesia telah tiba saatnya untuk menempuh langkah-langkah seperlunya, agar negara kita dapat ikut serta di Olimpiade – London pada tahun 1948. Olimpiade yang ke 14 ini adalah yang pertama setelah perang dunia kedua usai dan sejak tahun 1940
terpaksa ditiadakan selama delapan tahun. Usaha Indonesia untuk
mendapat tiket ke London banyak menemui kesulitan. Setelah agresi
pertama dilancarkan Belanda pada tanggal 21 Juli 1947, Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim terbang ke Lake Succes
dan di forum Internasional (baca Sidang Umum PBB) kedua negarawan dan
diplomat ulung ini dengan gigih memperjuangkan pengakuan dunia atas
kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
PORI
sebagai badan olahraga resmi di Indonesia belum menjadi anggota,
International Olympic Committee (IOC), sehingga para atlet yang bakal
dikirim tidak dapat diterima berpartisipasi dalam peristiwa olahraga
sedunia. Pengakuan dunia atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia yang
belum diperoleh pada waktu itu menjadi penghalang besar dalam usaha
menuju London. Paspor Indonesia tidak diakui oleh Pemerintah Inggris,
bahwa atlet-atlet Indonesia bisa ikut ke London dengan memakai paspor
Belanda, tidak dapat diterima, karena kita hanya mau hadir di London
dengan mengibarkan Dwi Warna Sangsaka Merah Putih. Alasan yang disebut
belakangan inilah juga menyebabkan rencana kepergian beberapa anggota
pengurus besar PORI ke London menjadi batal.
Masalah ini telah dibahas oleh konferensi darurat pada tanggal 1 Mei 1948 di Solo.
Mengingat dan memperhatikan pengiriman para atlet dan beberapa anggota
pengurus besar PORI ke London sebagai peninjau tidak membawa hasil
seperti diharapkan semula konferensi sepakat untuk mengadakan pekan
olahraga, yang direncanakan berlangsung pada bulan Agustus/September 1948 di Solo. PORI ingin menghidupkan kembali Pekan Olahraga yang pernah diadakan ISI pada tahun 1938, terkenal dengan nama ISI sportweek, Pekan Olahrag ISI. Kongres olahraga pertama diadakan di Solo pada tahun 1946 yang berhasil membentuk PORI.
Ditilik
dari penyediaan sarana olahraga, Solo dapat memenuhi persyaratan pokok,
dengan adanya stadion Sriwedari serta kolam renang, dengan catatan
Sriwedari pada masa itu, termasuk yang terbaik di Indonesia. Tambahan
pula pengurus besar PORI berkedudukan di Solo dan hal-hal demikianlah
menjadi bahan-bahan pertimbangan bagi konferensi untuk menetapkan kota
Solo sebagai kota penyelenggara Pekan Olahraga Nasional pertama ( PON I ) pada tanggal 8 s/d 12 September 1948.
Dengan
mengemukakan hal-hal yang telah diuraikan diatas, kota Solo jelas telah
menulis suatu riwayat di bidang olahraga dan hal ini akan terpatri
sepanjang masa dalam sejarah bangsa Indonesia. Menggembirakan, karena
juga di bidang lain, kota Solo telah menulis riwayatnya. Komponis
terkenal Gesang,
telah mengubah sebuah lagu, yang sangat laris pada zamannya, Bengawan
Solo, riwayatmu ini. Kota Solo dengan berbagai riwayatnya telah menjadi
kota kenangan, harus selalu dikenang, baik di bidang olahraga, maupun di
bidang kesenian dan kebudayaan.
Maksud
dan tujuan penyelenggaraan PON I adalah untuk menunjukkan kepada dunia
luar, bahwa bangsa Indonesia, ditengah-tengah dentuman meriam, dalam
keadaan daerahnya dipersempit sebagai akibat Perjanjian Renville,
tegasnya dalam keadaan darurat, masih dapat membuktikan, sanggup
menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, yang berbeda-beda suku dan
agamanya, akan tetapi tetap bersatu kokoh dalam Bhineka Tunggal Ika.
Pekan Olahraga Nasional (PON) adalah pesta olahraga nasional di Indonesia yang diadakan setiap empat tahun sekali dan didikuti seluruh provinsi di Indonesia.
Lokasi PON
Games Tuan rumah Provinsi Tanggal
I Surakarta Jawa Tengah 8 September-12September 1948
II Jakarta Jakarta 12Otober-28 Oktober 1951
III Medan Sumatera Utar 20September-27September 1953
IV Makassar Sulawesi Selatan 27September-6Oktober 1957
V Bandung Jawa Barat 23September-1Oktober 1961
VI Jakarta Jakarta 1965
VII Surabaya Jawa Timur 26Agustus-6September 1969
VIII Jakarta Jakarta 4Agustus-15Agustus 1973
IX Jakarta Jakarta 23 Juli-3 Agustus 1977
X Jakarta Jakarta 19 September-30September 1981
XI Jakarta Jakarta 9September-20 September 1985
XII Jakarta Jakarta 18Oktober-28Oktober 1989
XIII Jakarta Jakarta 9September-19September 1993
XIV Jakarta Jakarta 9September-25September 1996
XV Surabaya Jawa Timur 19 Juni-1 Juli 2000
XVI Palembang Sumatera Selatan 2September-14September 2004
XVII Samarinda Kalimantan Timur 8 Juli-19 Juli 2008
XVIII Pekanbaru Riau 2012
Southeast Asian Games (SEA GAMES)
Southeast Asian Games atau bisa disingkat SEA GAMES adalah ajang olahraga yang diadakan setiap dua tahun dan melibatkan 11 negara Asia Tenggara. Peraturan pertandingan di SEA Games dibawah naungan South East Asian Games Federation dengan pengawasan dari Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan Dewan Olimpiade Asia (OCA).
Asal-usul SEA Games berhubungan erat dengan Southeast Asian Peninsular Games atau SEAP Games.
SEAP Games dicetuskan oleh Laung Sukhumnaipradit, pada saat itu Wakil
Presiden Komite Olimpiade Thailand. Tujuannya adalah untuk mengeratkan
kerjasama, pemahaman dan hubungan antar negara di kawasan ASEAN.
Thailand, Burma (sekarang Myanmar), Malaysia, Laos, Vietnam, Kamboja (dengan Singapura
dimasukkan kemudian) adalah negara-negara pelopor. Mereka setuju untuk
mengadakan ajang ini dua tahun sekali. Selain itu dibentuk juga Komite
Federasi SEAP.
SEAP Games pertama diadakan di Bangkok dari 12 sampai 17 Desember 1959,
diikuti oleh lebih dari 527 atlet dan panitia dari Thailand, Burma,
Malaysia, Singapura, Vietnam dan Laos yang berlaga dalam 12 cabang
olahraga.
Pada SEAP Games VIII tahun 1975, Federasi SEAP mempertimbangkan masuknya Indonesia dan Filipina. Kedua negara ini masuk secara resmi pada tahun 1977, dan pada tahun yang sama Federasi SEAP berganti nama menjadi Southeast Asian Games Federation ( SEAGF ), dan ajang ini menjadi Southeast Asian Games. Brunei dimasukkan pada SEA Games X di Jakarta, Indonesia dan Timor Timur di SEA Games XXII di Hanoi, Vietnam.
SEA Games XXIII diadakan di Filipina dari 27 November sampa 5 Desember 2005. Filipina menjadi tuan rumah untuk ketiga kalinya.
Lokasi Southeast Asian Games ( SEA Games ), sebagai berikut :
Tahun Games Ke Tuan rumah Negara
1959 I Bangkok Thailand
1961 II Rangoon Burma
1965 III Kuala Lumpur Malaysia
1967 IV Bangkok Thailand
1969 V Rangoon Burma
1971 VI Kuala Lumpur Malaysia
1973 VII Singapura Singapura
1975 * VIII Bangkok Thailand
1977 IX Kuala Lumpur Malaysia
1979 X Jakarta Indonesia
1981 XI Manila Filipina
1983 XII Singapura Singapura
1985 XIII Bangkok Thailand
1987 XIV Jakarta Indonesia
1989 XV Kuala Lumpur Malaysia
1991 XVI Manila Filipina
1993 XVII Singapura Singapura
1995 XVIII Chiang Mai Thailand
1997 XIX Jakarta Indonesia
1999 XX Bandar Sri Begawan Brunei Darussalam
2001 XXI Kuala Lumpur Malaysia
2003 XXII Hanoi Vietnam
2005 XXIII Manila Filipina
2007 XXIV Nakhon Ratchasima Thailand
2009 XXV Vientiane Laos
* dibatalkan oleh tuan rumah
Asian Games ( Association Of Southeast Asian Nations )
ASEAN adalah singkatan dari “ Association Of Southeast Asian Nations “ atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Persatuan Bangsa-bangsa Asia Tenggara ( PERBARA ). ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok melalui Deklarasi Bangkok. Tujuan ASEAN adalah untuk mengukuhkan kerjasama regional. Negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan November.
Prinsip Utama ASEAN.
Prinsip-prinsip utama ASEAN adalah sebagai berikut :
“ Hormat terhadap kemerdekaan,
kedaulatan, kesamaan, integritas wilayah nasional dan identitas
nasional setiap Negara, Hak untuk setiap Negara untuk memimpin kehadiran
nasional bebas daripada campur tangan, subversive atau koersi pihak
luar, Tidak mencampuri urusan dalam negeri sesame Negara anggota,
Penyelesaian perbedaan atau perdebatan dengan damai, menolak penggunaan
kekuatan yang mematikan, kerja sama efektif antara anggota “.
Anggota ASEAN .
Kini ASEAN beranggotakan semua
Negara di Asia Tenggara ( kecuali Timor Timur dan Papua Nugini).
Berikut ini adalah Negara-negara anggota ASEAN :
Filipina ( Negara pendiri )
Indonesia ( Negara pendiri )
Malaysia ( Negara pendiri )
Singapura ( Negara pendiri )
Thailand ( Negara pendiri )
Brunei Darussalam ( 7 Januari 1984 )
Vietnam ( 28 Juli 1995 )
Laos ( 23 Juli 1997 )
Myanmar ( 23 Juli 1997 )
Kamboja ( 30 April 1999 )
Sejarah.
Untuk sejarah ASEAN secara mendetail, silahkan lihat Sejarah ASEAN.
Logo ASEAN.
ASEAN didirikan oleh lima Negara pemrakarsa, yaitu Indonesia, Mlayasia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok melalui Deklarasi Bangkok. Menteri luar negeri penandatangan Deklarasi Bangkok kala itu ialah Adam Malik ( Indonesia ), Narciso R. Ramos ( Filipina ), Tun Abdul Razak ( Malaysia, S.Rajaratnam ( Singapura, dan Thanat Khoman ( Thailand ).
Brunei Darussalam menjadi anggota pertama Asean di luar lima Negara pemrakarsa. Brunei Darussalam bergabung menjadi anggota ASEAN pada tanggal 8 Januari 1984
( tepat seminggu setelah memperingati hari kemerdekaannya ). Sebelas
tahun kemudian, ASEAN kembali menerima anggota baru, yaitu Vietnam yang menjadi anggota ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. Dua tahun kemudian, Laos dan Myanmar menyusul masuk menjadi anggota ASEAN, yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja
berencana untuk bergabung menjadi anggota ASEAN bersama dengan Myanmar
dan Laos, rencana tersebut terpaksa ditunda karena adanya masalah
politik dalam negeri.
Asian Games, disebut juga Asiad ( dari Asia dan Olimpiade
), adalah ajang olahraga yang diselenggarakan setiap empat tahun,
dengan atlet-atlet dari seluruh Asia. Ajang ini didominasi oleh
atlet-atlet dari Republik Rakyat Tiongkok, Korea Selatan dan Jepang.
Far Eastern Championship Games.
Artikel utama : Far Eastern Championship Games.
Aian Games awalnya merupakan ajang olahraga di Asia Kecil. Far Eastern Championship Games di adakan untuk menunjukkan kesatuan dan kerja sama antar tiga Negara, yaitu Kerajaan Jepang, Kepulauan Filipina, dan Tiongkok. Far Eastern Championship Games pertama diadakan di Manila pada tahun 1913. Negara lainnya berpartisipasi setelah diselenggarakan Far Eastern Championship Games dihentikan pada tahun 1938 ketika Jepang menyerbu Tiongkok dan aneksasi terhadap Filipina yang menjadi pemicu perluasan Perang Dunia II ke wilayah Pasifik.
ASIAN GAMES.
Setelah Perang Dunia II,
sejumlah Negara di Asia menerima kemerdekaannya. Negara-negara baru
tersebut menginginkan sebuah kompetisi yang baru di mana kekuasaan Asia
tidak ditunjukkan dengan kekerasan dan kekuatan Asian diperkuat oleh
saling pengertian. Pada Agustus 1948, pada saat Olimpiade di London, perwakilan India, Guru Dutt Sondhi mengusulkan kepada para pemimpin kontingen dari Negara-negara Asia untuk mengadakan Asian Games. Seluruh perwakilan tersebut menyetujui pembentukan Federasi Atletik Asia. Panitia persiapan dibentuk untuk membuat rancangan piagam untuk Federasi Atletik Amatir Asia. Pada Februari 1949, Federasi Atletik Asia terbentuk dan menggunakan nama Federasi Asia Games ( Asian Games Federation ). Dan menyepakati untuk mengadakan Asian Games pertama pada 1951 di New Delhi, ibu kota India. Mereka sepakat bahwa Asian Games akan diselenggarakan setiap empat tahun sekali.
Pada tahun 196.., Federasi mengalami perselisihan atas diikutsertakannya Taiwan dan Israel. Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games menentang keikutsertaan Taiwan dan Israel. Pada tahun 1970, Korea Selatan
membatalkan rencananya untuk menjadi tuan rumah Asian Games yang
disebabkan karena ancaman keamanan dari Korea Utara, dan
penyelenggarakaan Asian Games dipindahkan ke Bangkok dengan pendanaan dari Korea Selatan. Pada tahun 1973, Federasi mengalami perselisihan kembali setelah Amerila Serikat dan Negara-negara lainnya mengakui keberadaan Republik Rakyat Tiongkok dan Negara-negara Arab menentang keterlibatan Israel. Pada tahun 1977, Pakistan membatalkan rencananya sebagai tuan rumah Asian Games karena konflik yang terjadi antara Bangladesh dan Pakistan. Thailand menawarkan bantuan dan Asian Games diadakan di Bangkok.
Berikan Balasan